Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONSESI JICT: Ini Alasan Namarin Operator Lokal Masih Butuh Asing

Konsesi JICT, Asing Masih dibutuhkan karena Operator Lokal Dianggap Lemah Akses Komunitas Pelayaran Global
Aktivitas bongkar muat petikemas di terminal petikemas Jakarta International Cointainer Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Senin (23/3/2015)./Antara-Wahyu Putro A
Aktivitas bongkar muat petikemas di terminal petikemas Jakarta International Cointainer Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Senin (23/3/2015)./Antara-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA - Operator lokal dalam pengelolaan pelabuhan nasional dinilai belum mampu mengakses komunitas pelayaran internasional agar mau mengoperasikan kapal-kapalnya ke pelabuhan di dalam negeri. 

Direktur National Maritime Institute (Namarin) Jakarta Siswanto Rusdi mengatakan kemampuan mengakses komonitas pelayaran global seperti itu hingga kini masih berada di tangan operator asing.

Di samping itu, pendanaan untuk bisnis pelabuhan berskala masif sangat sulit didapat di dalam negeri, adanya di luar negeri.

"Betul, putra-putri kita sudah bisa mengoperasikan pelabuhan tetapi mereka terbatas hanya sebagai operator. Dengan segala penghormatan kepada mereka, mereka belum mampu mengakses komunitas pelayaran internasional agar mau mengoperasikan kapal-kapalnya ke pelabuhan dalam negeri. Kemampuan ini ada di tangan operator asing," ujar Siswanto, Selasa (30/6/2015).

Pendapat itu diutarakannya menanggapi rencana perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) oleh Hutchison Port Holding (HPH).

Menurutnya, sebagian besar pihak menuding bahwa bisnis pelabuhan, khususnya di pelabuhan Tanjung Priok, dikuasai oleh asing dengan perpanjangan kerja sama tersebut sehingga langsung memprotes dan apriori. 

"Menteri Perhubungan Ignasius Jonan termasuk salah satu pihak yang bersikap sama (memprotes) terkait perpanjangan itu," ujarnya.

Siswanto mengatakan tidak ada yang salah dengan nasionalisme malah nasionalisme itu harus didukung sekuat-kuatnya. Namun, jangan sampai nasionalisme yang berkobar menjadi nasionalisme sempit (chauvinistik) akibat ada pihak yang membelokkannya.

Pasalnya, kata dia, hingga saat ini PT JICT itu berbadan hukum Indonesia, bukan badan hukum asing. 

Menurutnya, cukup adil jika ada pihak yang menanamkan modalnya dalam sebuah badan usaha mendapatkan saham badan usaha itu.

Jika kepemilikan 51% sahamnya oleh HPH menjadi akar tudingan adanya kepentingan asing dalam bisnis pelabuhan nasional, lanjutnya, seharusnya bukan hanya PT JICT yang harus disebut. 

"Di republik ini, banyak anak usaha BUMN yang melakukan model kerja sama seperti yang dilakukan HPH dan Pelindo II ini," paparnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akhmad Mabrori
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper