Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menyatakan implementasi skema kemitraan oleh pemegang izin pengelolaan hutan seharusnya bisa lebih luwes mengikuti kearifan lokal dan kondisi masyarakat setempat.
Oleh karena itu, Peraturan Menteri Kehutanan No.P.39 tahun 2013 yang menjadi dasar hukum kemitraan perlu ditinjau dan direvisi sehingga adaptif dengan kondisi di lapangan.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Benyamin Raharjo mengatakan tipologi dan kondisi masyarakat calon mitra pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) sangat beragam. Bahkan dalam satu areal IUPHHK, keberagaman itu ada.
"Meski sama-sama orang Dayak, tapi tiap kelompok ada perbedaan. Makanya penyeragaman seperti di Permenhut P.39/2013 malah menyulitkan pembangunan kemitraan," katanya, Rabu (24/6/2015).
Ketentuan tersebut juga dinilainya terlalu birokratif sehingga berpotensi menimbulkan biaya tinggi. Menurut Raharjo, kemitraan bukan lah satu-satu cara penyelesaian konflik sosial, tetapi hanya merupakan salah satu alternatif penyelesaian konflik sosial.
Konsep kemitraan tidak bisa distandarisasi untuk seluruh Indonesia yang sangat luas dengan kondisi lapangan yang berbeda-beda," ujarnya. []