Bisnis.com, JAKARTA - Paradigma yang melihat hutan hanya sebagai penghasil kayu mesti diubah untuk mewujudkan pembangunan sektor kehutanan yang berkelanjutan dan berdaya saing. Hutan memiliki banyak potensi berbagai sumber daya non kayu.
Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang beranggotakan 416 PBPH (APHI, 2021) sebagai organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai lahan hutan dan produk hasil hutan bisa memanfaatkan berbagai potensi yang ada. Salah satunya adalah meningkatnya permintaan rempah di pasar internasional.
Kementerian Perdagangan memperlihatkan bahwa ekspor rempah Indonesia meningkat sejak tahun 2019 sebesar 19,28%. Peningkatan nilai ekspor rempah dan tingginya peluang ekspor rempah Indonesia ini dapat menjadi inovasi bagi anggota APHI sebagai jalan tengah untuk kembali meningkatkan nilai produksi hasil hutan.
Peluang Pemanfaatan Kapulaga Melalui Skema Agroforestri
Untuk meningkatkan nilai hutan dapat dilakukan dengan penerapan Multiusaha Kehutanan, salah satunya melalui pola agroforestri tanaman rempah. Rempah yang bisa dikembangkan salah satunya adalah kapulaga. Permintaan ekspor kapulaga di pasar dunia terus meningkat semenjak krisis ekonomi di tahun 2011-2013. Harganya pun tinggi yaitu sekitar Rp 45.000/kg di dalam negeri dan Rp 400.000/kg di luar negeri (Hani et al., 2021).
Potensi kapulaga meningkat karena terdapat momentum pasar yang juga baik, mengingat pada masa pandemi Covid-19, kebutuhan rempah sebagai peningkat daya tahan tubuh sangat tinggi.
Sebagai catatan, luas panen kapulaga dari tahun 2014 hingga 2018 terus mengalami penurunan dari 4,23 ribu hektar menjadi 1,15 ribu hektar. Hal tersebut dikarenakan adanya konversi lahan kapulaga menjadi peruntukan lainnya. Fakta lainnya adalah produksi yang masih terpusat di Jawa. Padahal kapulaga selain memiliki nilai ekspor tinggi juga siklus panen yang singkat. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, tanaman ini dapat dipanen hingga 4 kali dalam setahun.
Penerapan pola agroforestri secara integratif bisa meningkatkan produktivitas dan menangkap peluang pemanfaatan kapulaga. Namun perlu ada sinergi yang kuat antara pemerintah, pengusaha dan juga masyarakat sehingga kombinasi antara tanaman kayu dengan jenis rempah dapat menjadi alternatif dalam pengembangan dan pembangunan sektor kehutanan yang berkelanjutan.
Konsep Agroforestri Integratif Kapulaga
Dalam implementasinya diperlukan 2 faktor penting yang harus diperhatikan yaitu kesesuaian tegakan dan lahan. Kapulaga sendiri berdasarkan beberapa literatur dapat dikombinasikan dengan tegakan Hutan Tanaman Industri (HTI) seperti Sengon, Acacia mangium dan Eucalyptus karena tidak bersifat alelopati terhadap kapulaga (Sudomo dan Handayani, 2013).
Skema manajemen pengelolaan agroforestri kapulaga di bawah tegakan hutan tanaman industri dapat dikombinasikan dengan sosial masyarakat setempat. Sebagai langkah taktis, perlu dilakukan tindakan di lapangan seperti menganalisis kesesuaian lahan terhadap komoditas kapulaga, kemudian dipetakkan lahan-lahan potensial tersebut, dan selanjutnya dilakukan pendekatan kepada masyarakat sebagai calon penggarap lahan bawah tegakan.
Manfaat lain yang diperoleh dengan skema ini adalah berkurangnya angka pengangguran dan harapannya anggota APHI mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.***