Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan Kehutanan harus mengikuti perkembangan zaman. Melalui teknologi 4.0 diharapkan target market bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai macam adaptasi, inovasi, dan kreativitas. Selain itu, kondisi pandemi juga membuat kita harus mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Perangkat lunak adaptasi dari perusahaan start up unicorn bisa diterapkan di perusahaan kehutanan dengan sistem Multiusaha Kehutanan yang menggabungkan beberapa usaha di satu tempat dan masih menerapkan prinsip kelestarian hutan. Hal ini sejalan dengan amanat UUCK November 2019 dan aturan turunannya melalui PP N0 23 2021 dan PerMenLHK N0 8 2021 dimana transformasi izin usaha berbasis jenis kegiatan menjadi perizinan berusaha berbasis berbagai jenis kegiatan usaha (multiusaha) yang terintegrasi.
Jenis Multiusaha Kehutanan yang mungkin diterapkan meliputi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), perhutanan sosial, jasa lingkungan, kawasan wisata alam, forest healing, dan HHK dengan sistem TPTI.
Multiusaha Kehutanan ini layak untuk didorong realisasinya karena akan memberikan manfaat yang positif juga kepada perusahaan sebagai income baru sebelum masa panen produk utama berupa kayu dengan mengoptimalkan potensi dan daya dukung disesuaikan site sekaligus sebagai sarana resolusi konflik lahan di Kawasan hutan. Terdapat 25.867 desa di dalam dan sekitar kawasan hutan terdiri dari 9,2 juta rumah tangga dimana 1,7 juta rumah tangga masuk dalam kategori keluarga miskin (Media Indonesia, 10 Maret 2019).
Studi Kasus
Studi kasus di daerah Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, dapat dikembangkan coffee shop dengan model tempat yang instagramable, sehingga generasi muda akan banyak datang dan secara tidak langsung mempromosikan tempat tersebut. Produk yang dijual adalah hasil hutan bukan kayu melalui kawasan agrowisata seperti perkebunan kopi maupun wisata petik stroberi. Di kawasan tersebut juga dibangun tempat untuk pengolahan bahannya, mungkin bisa diolah menjadi kopi yang beragam cita rasanya.
Pengembangan setiap model bisnis sebaiknya mengikuti perkembangan jaman atau istilahnya kekinian, ramah dengan anak muda dan industri 4.0. Jenis Multiusaha Kehutanan yang mungkin diterapkan meliputi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), Perhutanan Sosial, jasa lingkungan, kawasan wisata alam, forest healing, dan Hasil Hutan Kayu (HHK) dengan sistem TPTI.
Analisis Implementasi dalam Multiusaha Kehutanan, Studi Kasus Kopi
Analisis bisnis kopi yang dijelaskan oleh Megayani (2019) menunjukkan bahwa nilai B/C Ratio sebesar 1,98 pada umur tanaman 5-7 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tani kopi rakyat secara finansial layak untuk dilanjutkan karena nilainya > 1 (Suliyanto 2010).
Dari analisis implementasi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) menunjukkan model bisnis pembangunan area coffee shop, tempat berlangsungnya acara pernikahan, dan rumah sakit forest healing sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor 8 tahun 2021.
Pengembangan multiusaha kopi ini juga sangat mudah diaplikasikan pada tingkat tapak atau KPH. Salah satu contoh aplikasinya adalah pembuatan coffee shop sederhana yang disesuaikan dengan daya beli masyarakat.
Rekomendasi
Model bisnis Multiusaha Kehutanan meliputi berbagai macam sektor, optimalisasi dan pemanfaatan secara penuh kawasan hutan untuk kegiatan ekonomi yang dapat memberikan dampak positif terhadap perusahaan, berdampak positif terhadap masyarakat sekitar, menaikkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) daerah, menjadi benchmark atau percontohan di taraf nasional.
Konsep bisnis dari hulu ke hilir diterapkan, model bisnis end to end, sewa, agroforestry, silvofishery-silvopastura, dan menggunakan pengembangan bisnis kekinian dengan menggunakan konsep digital marketing, selain itu kawasan hutan juga dapat dimanfaatkan secara penuh oleh wisatawan, pihak perusahaan, serta masyarakat sekitar. Pengelolaan hutan tetap menggunakan prinsip kelestarian hutan yang ramah sosial, lingkungan dan bisnis/ekonomi