Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apsyfi: Ada Upaya Sistemis Rusak Sektor Pertekstilan Nasional

Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (Apsyfi) menduga ada upaya sistemis dan terencana untuk merusak industri pertekstilan nasional melalui serangkaian kebijakan yang anti-industri.
Karyawan mengoperasikan mesin bordir di salah satu rumah produksi tekstil yang ada di Jakarta, Senin (23/2)./Bisnis-Nurul Hidayat
Karyawan mengoperasikan mesin bordir di salah satu rumah produksi tekstil yang ada di Jakarta, Senin (23/2)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (Apsyfi) menduga ada upaya sistemis dan terencana untuk merusak industri pertekstilan nasional melalui serangkaian kebijakan yang anti-industri. 

Sekjen Apsyfi Redma Gita Wirawasta memastikan terpuruknya kondisi industri tekstil dan produk tekstil seperti saat ini bukan hal yang mengejutkan karena sudah terprediksikan sejak dua tahun lalu.

Pada 2013, pihaknya sudah mengajukan petisi antidumping benang filamen dan merekomendasikan pengenaan safeguard terhadap seluruh produk tekstil dari hulu ke hilir.

Namun, pihak yang berkepentingan dalam praktik impor menolak usulan ini, bahkan upaya pengenaan antidumping benang filamen pun kandas di tengah jalan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam lima tahun terakhir, rerata impor TPT naik 19,9%, ekspor naik 6,8%, sedangkan konsumsi masyarakat melonjak 18,3%. Kondisi ini, tuturnya, dapat dipastikan bahwa pertumbuhan konsumsi TPT di pasar domestik digerogoti barang impor, sedangkan ekspor tidak tumbuh signifikan.

Redma menjelaskan perlambatan ekonomi dunia menyebabkan kondisi oversupply sehingga produsen TPT di negara lain banting harga hingga menjadi penyebab utama keterpurukan industri TPT saat ini.

Namun, jika pemerintah antisipatif mengontrol impor dan memberikan ruang gerak pasar domestik pada produsen lokal yang lebih besar, kondisinya akan jauh berbeda. “Minimal kita punya tempat untuk jualan dan industri masih bisa terus berproduksi” kata Redma, Selasa (26/5/2015).

Berdasarkan data kalkulasi Apsyfi yang bersumber dari Bank Indonesia, daya beli masyarakat dalam lima tahun terakhir terus meningkat yaitu konsumsi tekstil naik dari 1,21 juta ton pada 2009 menjadi 1,75 juta ton pada 2014.

Selain didorong oleh peningkatan jumlah penduduk, konsumsi masyarakat juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi per kapita yang naik dari 5,03 kg pada 2009 menjadi 6,82 kg pada 2014.

Pelemahan konsumsi masyarakat pada kuartal I/2015, ucapnya, tidak signifikan berpengaruh pada industri TPT karena pada dasarnya tren pertumbuhan ekonomi dan kenaikan upah yang signifikan telah mendorong penguatan daya beli.

“Kalau daya beli kita lemah, nggak mungkin Uniqlo, H&M dan merk dunia lainnya buka toko di Indonesia. Pada tahun ini saja mereka masih tambah terus outlet-nya,” tegasnya.

Masalah mendasar yang perlu dicarikan solusi, tuturnya, adalah peningkatan konsumsi masyarakat ini justru diisi oleh barang-barang impor atau bahan bakunya impor sehingga setiap tahunnya devisa nasional terkuras dan pangsa pasar produk lokal mengecil.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper