Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Emiten Indonesia menilai PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) merupakan perusahaan BUMN, sebab pemerintah masih memiliki saham mayoritas di perusahaan gas tersebut yaitu 57%, sedangkan sisanya 43% dimiliki publik.
Memang, 43% saham PGAS yang dimiliki publik tersebut mayoritas dimiliki oleh pihak asing.
Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menyatakan PGN bukan termasuk dalam perusahaan BUMN. Pasalnya, saat ini saham-saham PGN beredar di bursa Indonesia banyak didekap oleh pihak investor swasta dan juga asing.
Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Franciscus Welirang mempertanyakan pernyataan Ketua Komisi VII DPR tersebut yang menganggap Perusahaan Gas Negara (PGN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) asing dan swasta.
"Menurut saya bukan begitu faktanya. Sangat tidak masuk akal kalau melarang pemodal asing membeli saham BUMN, sementara pemerintah justru mendorong pemain asing masuk ke Indonesia,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (5/5)
Franky menjelaskan cara membaca yang benar adalah BUMN disebut punya swasta atau asing kalau saham mayoritasnya atau lebih dari 50% dimiliki swasta atau saing. "PGN nyatanya tidak demikian."
Menurutnya, BUMN yang sudah masuk bursa tidak bisa menolak sahamnya untuk dibeli pemain bursa. Dalam kondisi di bursa Indonesia, pemainnya ada swasta dan ada pula pemodal asing.
Bahkan, katanya, BUMN harus didorong untuk masuk bursa demi keterbukaan informasi. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan BUMN menjadi sapi perahan dari pihak lain seperti partai politik misalnya. Seharusnya DPR mendung BUMN yang go public.
“Sebagai anggota DPR harusnya Pak Kardaya mendukung BUMN yang go public,” katanya.
Padahal kalau dilihat, sebenarnya kepemilikan saham asing di PGN masih lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah BUMN lainnya, seperti Telkom, Bank BRI, dan Semen Indonesia.