Bisnis.com, JAKARTA—Maju kena mundurpun kena, demikian pengibaratan bagi pelaku industri skala kecil dan menengah yang mesti bertarung di era Masyarakat Ekonomi Asean mulai pengujung 2015.
Perdagangan bebas antarnegara Asean di mata pengusaha besar mungkin tidak menyeramkan karena mereka sudah cicipi sejak 2010. Dan mulai akhir tahun ini yang perlu mereka mantapkan kebih kepada perdagangan jasa ketimbang barang.
Cerita mungkin jadi beda kalau yang dibicarakan adalah industri kecil dan menengah (IKM). Pengusaha yang kerap kali kesulitan mengakses pendanaan dari bank ini harus maju ke medan laga. Langkah mereka harus siap terjegal persaingan, tetapi mau mundur pun tidak ada jalan.
“Kita harus siap hadapi MEA meski di lapangan ada yang siap ada yang tidak,” demikian kata Dirjen IKM Kemenperin Euis Saedah.
Pelaku industri kecil dan menengah disebut Euis sebagai sektor yang dapat mengentaskan kemiskinan dan menciptakan perekonomian lebih mandiri. Sebagai contoh seorang penduduk usia produktif urung merantau jadi TKI karena berkesempatan mengembangkan bisnis sendiri sebagai pelaku IKM.
Euis tidak lagi memperdebatkan kesiapan IKM. Apa yang mesti dikerjakan dalam sebelas bulan tersisa yakni bagaimana menggenjot industri yang ada, sekaligus memupuk bibit-bibit yang baru tumbuh. Untuk itu ada lima elemen dasar yang jadi fokus Perindustrian untuk mempertebal daya saing IKM.
“Kompetensi SDM, penguasaan teknologi, standarisasi, jaminan hak kekayaan intelektual, dan strategi promosi,” ujarnya.
Secara umum kompetensi SDM dapat ditingkatkan melalui pelatihan teknis dan manajerial, pemagangan, serta pendampingan. Penguasaan teknologi ditempuh melalui dua jalur yang tak sama meski serupa, yakni bantuan mesin kepada kelompok dan individu.
Bantuan mesin pengolahan untuk kelompok disalurkan melalui lembaga khusus, seperti koperasi, kelompok usaha bersama, dan asosiasi. Sementara bantuan yang langsung diberikan kepada unit usaha IKM bersangkutan berupa potongan harga yang ditanggung pemerintah.
Adapun standarisasi produk instrumennya dapat berupa sistem verifikasi legalitas kayu, standar nasional Indonesia, maupun sertifikasi halal. Dari segi kekayaan intelektual, Euis mengatakan, pihaknya membantu memfasilitasi pendaftaran merek dagang IKM.
Guna memperluas pasar tentu perlu ada strategi promosi dan pemasaran, misalnya melalui penyediaan gerai khusus produk IKM di luar negeri, serta pameran skala nasional dan internasional. (bersambung)