Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Tuna Longline Indonesia mengklaim pelarangan alih muatan kapal di tengah laut atau transhipment telah berdampak pada melorotnya pasokan tuna segar ke Jepang hingga 73% per hari sejak akhir Desember lalu.
Sekjen ALTI Dwi Agus mengatakan rata-rata volume ekspor tuna segar atau yang berkualitas grade A saat ini turun dari 3 ton menjadi 675 kg per hari akibat implementasi beleid itu.
Dia menaksir kerugian yang akan diterima pelaku usaha perikanan tuna dalam setahun dapat mencapai Rp1,2 triliun apabila peraturan tersebut tidak direvisi untuk meringankan pelaku usaha tuna.
“Memang baru terasanya tidak diawal Desember karena saat aturan itu diteken (akhir November) kapal kami masih ditengah laut,” katanya kepada Bisnis usai Rapat Dengar Pendapat bersama DPR, Rabu, (21/1/2015).
Menurutnya, perlu ada revisi PermenKP no.57/2014 mengingat kapal penangkap tuna membutuhkan kapal pengangkut agar tuna yang didapatkan tidak cepat busuk.
Soalnya, kapal tuna biasa melaut dalam waktu 2-9 bulan untuk menangkap tuna, sedangkan batasan tuna segar adalah 15 hari dari ditangkap hingga berada di tempat pelelangan ikan.
“Waktu kita ke fishing ground saja bisa 7-11 hari. Setelah sampai masa langsung disuruh pulang lagi? Padahal belum tentu kita dapat tuna,”katanya.