Bisnis.com, JAKARTA—Komite Reformasi Tata Kelola Migas menuntut PT Pertamina (Persero) terbuka terkait data impor bahan bakar minyak (BBM).
Kepala Komite Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menyatakan akan meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mendorong Pertamina membuka data impor BBM.
“Saya menuntut ke Pak Menteri untuk buka [data impor Pertamina] ke publik,” katanya seperti dikutip Bisnis, Selasa (25/11/2014).
Dia menceritakan secara kewenangan pihaknya tidak memiliki kewenangan langsung untuk menuntut Pertamina membuka data impor.
Namun, jelasnya, jika menyangkut mafia migas maka Komite Reformasi Tata Kelola Migas memiliki kewenangan penuh.
Menurutnya, keterbukaan Pertamina membuat masyarakat bisa membandingkan harga yang diimpor Pertamina dengan harga negara lain.
Dengan begitu, lanjutnya, tidak terjadi silang pendapat di masyarakat yang menimbulkan berkurangnya kredibilitas pemerintah.
Selain itu, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu mengungkapkan ketidakterbukaan di sektor migas akan menciptakan ruang yang nyaman bagi mafia migas.
“Pokoknya mafia hidup kalau relung-relung digelapkan,” ujarnya.
Prioritaskan Petral
Di sisi lain, Komite Reformasi Tata Kelola Migas akan mempriroritaskan pengkajian terhadap PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Faisal mengungkapkan akan segera memberikan rekomendasi terkait Petral kepada Kementerian ESDM.
“Kami tidak menunggu rekomendasi sampai enam bulan, ada report bulanan,” ungkapnya.
Dia menuturkan pengauditan Petral tidak bisa sembarangan karena Petral merupakan badan hukum Hongkong yang meerupakan anak usaha di Singapura. Namun, mayoritas saham Petral dimiliki pemerintah melalui Pertamina.
Lebih jauh, menurutnya, audit Petral dilakukan tanpa melupakan sejarah berdirinya Petral pada era Presiden Soeharto.
Seperti diketahui, Petral awalnya bernama PT Petral Group yang berdiri pada 1969 dengan dua pemegang saham; Petral Oil Marketing Corporation Limited yang terdaftar di Bahama namun berkantor di Hong Kong dan Petral Oil Marketing Corporation yang terdaftar di California, Amerika Serikat (AS).
Pada 1978, kedua perusahaan melakukan merger dan mengubah nama perusahaan menjadi Petral Oil Marketing Limited yang terdaftar di Hong Kong. Pada 1979 hingga 1992, saham Petra Oil Marketing Limited dimiliki perusahaan Zambesi Invesments Limited yang terdaftar di Hongkong dan Pertamina Energy Service Pte Limited yang terdaftar di Singapura.
Selanjutnya, Pertamina mengakuisisi perusahaan tersebut pada 1998. Pada 2011, Pertamina mengubah namanya menjadi PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Selain Pertamina, saham Petral juga dimiliki Zambesi Invesment Limited dan Pertamina Energy Service Pte Limited.
Berdasarkan catatan Bisnis, Kementerian ESDM menyatakan Presiden Joko Widodo memberikan mandat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengkaji secara menyeluruh keberadaan Petral.
Menteri ESDM menyatakan Presiden Jokowi memberikan waktu kepada Tim Reformasi untuk menyelidiki Petral selama tiga bulan.
“Dalam tiga bulan harus ada kesimpulan,” ungkapnya.