Bisnis.com, JAKARTA—Produsen makanan dan minuman olahan meramalkan kebutuhan gula rafinasi pada tahun depan mencapai 3,2 juta ton.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi) Adhi S. Lukman mengatakan jumlah tersebut bertambah sekitar 200.000 ton dari kebutuhan gula kristal rafinasi (GKR) pada tahun ini.
"Gula rafinasi yang sudah terserap sampai Oktober kemarin sekitar 2,8 juta ton oleh industri mamin," katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (18/11/2014).
Adhi mengaku khawatir terhadap pemenuhan kebutuhan GKR selama dua bulan terakhir atau pada November dan Desember 2014.
Sejumlah produsen makanan dan minuman (mamin) olahan kesulitan memenuhi kebutuhan GKR dalam proses produksi karena keran impor gula mentah belum dibuka lagi.
Guna menyiasati kendala tersebut produsen mamin terpaksa mencari alternatif pasokan GKR dari sumber lain. "Misalnya kontrak dengan distributor rafinasi A suplainya habis, maka [produsen mamin] mencari yang masih punya stok," ucap Adhi.
Permasalahan lain soal pasokan gula untuk industri mamin berkenaan dengan bisnis skala kecil. Mereka sukar mendapatkan gula rafinasi karena dianggap tidak berhak mengonsumsi jenis ini, padahal mereka termasuk industri.
Urgensi kebutuhan industri kecil terhadap GKR tidak kalah dengan industri skala menengah dan besar. Secara umum gula rafinasi dinilai membuat bisnis lebih menguntungkan karena produk lebih awet dengan harga kompetitif.
"Kalau industri kecil tidak boleh pakai rafinasi akan tertinggal dari industri menengah dan besar. Industri kecil ini misalnya pabrik dodol, sirup, dan minuman," ucap Adhi.
Berdasarkan perkiraan Gapmmi kebutuhan gula rafinasi untuk industri kecil sebesar 30% dari total permintaan pada 2015. Dari prognosis kebutuhan tahun depan 3,2 juta ton, sebanyak 30% untuk bisnis kecil dan 70% dipakai produsen skala menengah dan besar.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi industri makanan skala besar dan sedang pada triwulan III/2014 tumbuh 5,10% secara year on year, sedangkan industri minuman 2,65%. Industri makanan skala mikro dan kecil tumbuh 6,67%, minuman naik 5,61%.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat kontrak pasokai gula rafinasi ke industri mamin yang belum terpenuhi sekitar 150.000 ton untuk industri skala besar saja. Pembicaraan lebih lanjut dengan Kemendag soal pemenuhan gula untuk industri paling lambat dilakukan akhir bulan ini.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto memastikan untuk proyeksi kuota impor gula mentah pada tahun depan belum dibahas. Sementara kuota yang ditetapkan pada tahun ini sekitar 2,8 juta ton.
Kemenperin memperkirakan survei kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman pada tahun depan selesai pertengahan November 2014. Sebelum menetapkan kuota impor gula mentah akan dirampungkan dulu audit realisasi impor oleh Kemendag.
"Hasil audit akan dibahas dalam pertemuan selanjutnya [dengan Kemendag], lalu menetapkan kuota impor," kata Panggah.