Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IK-CEPA: Indonesia Defensif dalam Perundingan dengan Korsel

Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahajana menyatakan Indonesia selayaknya bersikap defensif atas klausul yang diajukan dalam Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA).
Kemenperin menginginkan Korsel membawa investasi ke sektor industri strategis, seperti elektronika, telekomunikasi, besi baja, dan petrokimia. /Bisnis.com
Kemenperin menginginkan Korsel membawa investasi ke sektor industri strategis, seperti elektronika, telekomunikasi, besi baja, dan petrokimia. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahajana menyatakan Indonesia selayaknya bersikap defensif atas klausul yang diajukan dalam Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA).

Alasannya tidak mungkin Indonesia memberikan akses pasar selebar mungkin tanpa timbal balik jaminan investasi dari Korsel.

"IK-CEPA berhenti karena tidak tercapai kesepakatan, khususnya tentang perdagangan barang. Korsel nyatakan investasi itu adalah private sector comitment," ucap Agus, Selasa (9/9/2014).

Perundingan IK-CEPA tertahan lantaran pemerintah Korsel enggan menyetujui klausul yang diajukan RI. Negeri Garuda mau meringankan bea masuk menjadi 0% asalkan Negeri Gingseng bersedia membawa masuk investasi di sektor tertentu yang dibutuhkan Indonesia.

Negosiasi RI dan Korsel belum beranjak dari tarik ulur pembukaan pos tarif. Negeri Gingseng membuka 376 pos tarif serta meminta RI membuka 114 pos tarif lain.

Sementara itu Indonesia sudah membuka 226 pos tarif lantas menginginkan Korsel buka 81 pos tarif lagi.

Dari segi daya saing, Indonesia jelas di bawah Korea Selatan. Oleh karena itu, pemerintah bersikeras menginginkan adanya klausul soal jaminan investasi demi memproteksi kinerja industri di Tanah Air.

Peringat daya saing RI dalam Global Competitiveness Index versi World Economic Forum (WEF) pada 2013 - 2014 berada urutan ke-38 dari 148 negara yang disurvei. Padahal untuk periode yang sama Negeri Gingseng bertengger di posisi ke-25.

"Lantas kita buka pasar tetapi tidak ada komitmen investasi dari Korea? Kita mau dapat apa dari kondisi seperti ini? Kita bisa buka pasar tetapi kita juga harus dapat sesuatu," ujar Agus.

Saat ini Indonesia tertinggal jauh dari Korea Selatan terutama untuk industri logam dasar, permesinan, mesin kelistrikan, elektronika, kendaraan bermotor, dan petrokimia.

Secara keseluruhan demand industri di Korsel pada tahun lalu mencapai US$844,928 juta, sedangkan RI baru US$267,077 juta.

Kemenperin menginginkan Korsel membawa investasi ke sektor industri strategis, seperti elektronika, telekomunikasi, besi baja, dan petrokimia.

Skema ini bisa membantu menekan ketergantungan impor, khususnya dalam pemenuhan bahan baku.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper