Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Perindustrian menginginkan pertemuan pendahulu dengan pemerintah Korea Selatan sebelum perundingan ke-8 IK-CEPA dilakukan.
“Saya akan buka lagi beberapa hal yang belum disepakati termasuk soal komitmen investasi itu,” ucap Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, di Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Kooperasi di antara RI dan Korea Selatan (Korsel) yang kini berhenti di tengah jalan adalah Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA). Pertemuan ketujuh IK-CEPA pada 21 – 28 Februari 2014 tak menghasilkan kesepakatan sehingga perundingan dihentikan.
Perundingan tersebut berhenti lantaran pemerintah Korsel enggan menyetujui klausul yang diajukan RI.
Negeri Garuda mau meringankan bea masuk menjadi 0% asalkan Negeri Gingseng bersedia membawa masuk investasi di sektor tertentu yang dibutuhkan Indonesia.
Hidayat mengatakan gagasan tersebut tidak ditanggapi positif oleh Korea Selatan sehingga negosiasi dihentikan. Kemenperin ingin kesepakatan dalam IK-CEPA tetap mengedepankan prinsip win-win solution.
Hal itu bertujuan agar kerja sama bilateral menguntungkan kedua pihak bukan salah satu saja. Pasalnya konsep dasar CEPA ialah membuka akses pasar sebesar-besarnya bagi sektor unggulan Korea ke Indonesia.
Gagasan jaminan investasi dari Korsel dinilai paling realistis dan menguntungkan bagi RI. Jika Negeri Gingseng hanya memberikan imbal balik yang sama berupa pemangkasan tarif bea masuk, ini tak akan bermanfaat untuk Indonesia karena produk Merah Putih belum kompetitif di sana.
“Ekspor kita ke Korea belum bisa laku keras sehingga kami minta Korea dalam lima tahun ini bawa investasi ke Indonesia di sektor yang kami butuhkan,” ucap Hidayat.
Kemenperin menginginkan Korsel membawa investasi ke sektor industri strategis, seperti elektronika, telekomunikasi, besi baja, dan petrokimia. Skema ini bisa membantu menekan ketergantungan impor, khususnya dalam pemenuhan bahan baku.