Bisnis.com, JAKARTA -- Peneliti dari Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Ina Primiana berpendapat Indonesia tak perlu tergesa untuk mengimplementasikan kerja sama bilateral dengan Korea Selatan.
Sikap itu perlu dipertahankan sepanjang belum ada skema kerja sama yang menguntungkan kedua belak pihak.
“Jangan sampai seperti sekarang yang umumnya kerja sama bilateral kita mengalami defisit terus meneurs,” katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (19/8/2014).
Pemerintah RI tidak perlu memaksakan agar Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) segera diterapkan.
Pasalnya mekanisme kerja sama yang tidak memberikan win-win solution hanya akan menjadikan Indonesia sebagai lapak dagang negara mitra.
Menurut Ina, persyaratan komitmen investasi selayaknya diminta Indonesia kepada Korea Selatan.
Penanaman modal baru akan mendorong sektor industri tumbuh. Apalagi jika investasi yang masuk merambah sektor bahan baku dan komponen sehingga ketergantungan impor berkurang.
“Investasi ini untuk menghindari neraca perdagangan yang defisit dengan Korea, karena kalau kita ekspor manufaktur ke sana juga susah,” ujarnya.
Pada 7 Juli 2011, Indonesia dan Korea Selatan sepakat mempererat hubungan di bidang perdagangan dan investasi dalam bentuk comprehensive economic partnership agreement (CEPA).
Sampai sekarang negosiasi IK-CEPA mandeg hanya sampai putaran ketujuh.
Perundingan tersebut berhenti lantaran pemerintah Korsel enggan menyetujui klausul yang diajukan RI.
Negeri Garuda mau meringankan bea masuk menjadi 0% asalkan Negeri Gingseng bersedia membawa masuk investasi di sektor tertentu yang dibutuhkan Indonesia.