Bisnis.com, JAKARTA- Gagasan 'Tol' Laut sebagai sistem maritim yang dilontarkan capres Joko Widodo atau Jokowi dianggap terlalu muluk, tidak berdasarkan realitas kebutuhan sektor maritim.
Direktur The National Maritime Institute Siswanto Rusdi menyatakan capres yang diusung koalisi PDI P itu harus menjelaskan konsep tol laut.
Sebab, menurutnya, merupakan istilah aneh dan tak lazim."Saya takutnya Jokowi memakai istilah yang aneh untuk mengaburkan konsepnya, hal ini untuk menutupi bahwa dirinya tak memiliki konsep," ujarnya Sabtu (31/5/2014).
Siswanto mengkhawatirkan bahwa tak ada capres yang memiliki visi bagi perbaikan sektor maritim.
Padahal, menurutnya, sektor ini merupakan tumpuan bagi pemangkasan biaya distribusi.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita mengungkapkan hal yang sama.
Menurutnya, ide sistem maritim yang dilontarkan Jokowi masih terkesan muluk.
Sebab, menurutnya, konsep yang mengusung pelayaran dengan kapal besar untuk menghubungkan Sumatra hingga Papua, serupa dengan Pendulum Nusantara.
"Buktinya, hingga kini Pendulum Nusantara, tidak bisa realisasi."
Dia mengatakan untuk menyelesaikan masalah logistik yang menyebabkan perbedaan harga mencolok antara Jawa dan luar Jawa, Indonesia Barat dan Timur, membutuhkan kebijakan menyeluruh, tidak hanya sektor transportasi.
Realisasi Pendulum Nusantara, menurutnya, berlarut sejak tahun lalu karena konsep tidak feasible. Masalah utamanya, yaitu seputar muatan yang tak seimbang.
"Kapal balik dari luar Jawa ke Jawa atau dari Indonesia Timur ke Indonesia Barat, kalau tidak ada muatan balik maka memakai kapal besar atau kecil akan sama saja, biayanya akan mahal," ujarnya.
Karena itu, dia melanjutkan, kedua pasangan bakal capres Jokowi dan Prabowo seharusnya lebih fokus pada program-program nyata.
Semisal, memindahkan pusat produksi dari Jawa ke luar Jawa dan Indonesia Timur sehingga muatan perlahan seimbang.
Mereka, kata Zaldy, perlu menempuh kebijakan pembangunan infrastruktur yang massif di luar Jawa.
"Pembangunan lebih banyak seperti Pembangkit Listrik, Air, Jalan, sekolah dan lain-lain termasuk insentif fiskal bagi industri yang bersedia melakukan relokasi ke luar Jawa."