Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUMPUT LAUT: Pelaku Usaha Minta SNI Segera Diterbitkan

Pelaku usaha meminta pemerintah untuk segera menerbitkan standar nasional Indonesia (SNI) untuk bahan baku dan olahan rumput laut demi peningkatan daya saing pengusahaan rumput laut nasional yang diklaim memiliki prospek sangat besar.
Petani panen rumput laut/Antara
Petani panen rumput laut/Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha meminta pemerintah untuk segera menerbitkan standar nasional Indonesia (SNI) untuk bahan baku dan olahan rumput laut demi peningkatan daya saing pengusahaan rumput laut nasional yang diklaim memiliki prospek sangat besar.

Hal ini juga diperlukan untuk menggenjot ekspor produk rumput laut dari Indonesia demi mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh Filipina sebagai eksportir rumput laut terbesar.

“Kita harus bikin rambu-rambunya, misal tingkat kering glaciaria 17%, euchema cottony 35%, kan beda. tapi syaratnya ya kerja sama semua pihak, petani juga menyadari. Lagipula sudah ada standar internasional,” ujar Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia Safari Azis, Rabu (16/4/2014).

Selain standarisasi, paparnya, pihaknya juga meminta pemerintah untuk menyusun roadmap industri, menyempurnakan HS code dan membuat tata ruang pengembangan rumput laut sehingga industri ini dapat lebih terarah dan menarik minat investor.

Dia menuturkan, selama ini telah ada beberapa investor yang berminat membudi daya rumput, namun kemudian tidak melanjutkan rencana karena tidak ada jaminan mengenai kelangsungan usaha dari pemerintah.

Dengan tidak adanya peta jalan ditambah kacaunya data produksi rumput laut nasional, tambahnya, pelaku usaha seringkali menjadi kelimpungan dalam soal penyediaan bahan baku dan estimasi bisnis.

Di sisi lain, Azis memaparkan bahwa harga rumput laut jenis euchema cottony yang saat ini berlaku di pasaran telah turun dibandingkan dengan tahun lalu, yang masih Rp16.000-Rp17.000/kg, dari tahun lalu yang ada di kisaran Rp18.000/kg.

Hal ini, katanya, disebabkan barang di pasar bertambah setelah permintaan dari China menurun, ditambah negara itu telah mulai melakukan budi daya sendiri.

Untuk glaciaria, jelasnya, harga malah turun menjadi Rp6.000-Rp7.000/kg dari akhir tahun lalu yang sempat menyentuh Rp9.000/kg. Ini juga kurang menguntungkan bagi pembudi daya. 

“Kami terys usahakan untuk jenis glaciaria ini harganya bisa setara beras, supaya pembudi daya tetap mengusahakan.”

Dia menjabarkan bahwa pihaknya juga telah mendorong penghiliran rumput laut, yang dibuktikan dengan adanya kerja sama antar pengusaha hulu dan hilir.

Namun, dia mengakui bahwa manfaat yang terkandung dalam rumput laut masih belum banyak ditangkap oleh pelaku usaha, padahal rumput laut dapat menjadi gelling agent, misalnya dalam produk susu atau makanan lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arys Aditya
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper