Bisnis.com, BALIKPAPAN--Pelaku usaha di Kalimantan Timur mendesak pemerintah tidak menaikkan tarif dasar listrik (TDL) industri lebih dari satu kali per tahun yang dapat mengganggu kinerja usaha.
Ketua PHRI Kota Balikpapan Yulidar Gani mengatakan, penaikan TDL lebih dari satu kali per tahun akan memberatkan pelaku usaha karena tidak bisa melakukan penyesuaian secara langsung.
Dia mencontohkan dalam industri perhotelan, pelaku usaha tidak bisa langsung menaikkan tarif kamar ketika ada penyesuaian TDL.
"Itu yang seharusnya dipikirkan pemerintah ketika mengeluarkan kebijakan. Di negara lain saja tidak ada penyesuaian tarif berkali-kali seperti ini," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Jumat (28/3/2014).
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan besaran kenaikan tarif listrik konsumen industri skala besar antara 8,6%-13,3% yang berlaku setiap dua bulan sekali mulai 1 Mei 2014.
Dia memahami penaikan TDL ini bertujuan untuk mengurangi subsidi energi yang dikeluarkan pemerintah. Hasil pengurangan subsidi ini nantinya bisa diarahkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur.
Hanya saja, pemerintah tidak seharusnya melakukan pengurangan subsidi secara serta merta karena dampaknya akan langsung dirasakan secara luas.
"Kan bisa diatur, kenaikan tarif misalnya untuk setahun sekali atau dua tahun sekali," tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Pengurus Provinsi Apindo Kaltim Herry Johanes mengatakan pemerintah selalu mengambil kebijakan di saat yang tidak tepat.
Dia mencontohkan pelarangan ekspor bahan tambang yang dilakukan saat kondisi ekonomi sedang sulit sehingga masyarakat yang harus menanggung akibatnya.
Dia menambahkan kenaikan TDL untuk industri besar tetap akan dirasakan oleh masyarakat secara luas karena beban produksi akan dimasukkan dalam komponen biaya yang harus ditanggung pengusaha.
"Kalau masuk komponen biaya produksi, tentu akan lari ke harga barang kan. Masyarakat yang tetap menanggungnya," tukas Herry.
Adapun untuk industri perhotelan, justru akan lebih berat lagi karena penyesuaian harga bisa mempengaruhi tingkat kunjungan. Akibatnya, salah satu solusi yang akan dilakukan pun dengan menekan biaya operasional lain.
"Bisa saja karyawan yang akan dirampingkan untuk efisiensi. Ini akan menjadi bumerang bagi pemerintah," tutur Herry.
Herry juga mengusulkan agar pemerintah mau membangun pembangkit listrik berdaya mampu besar dengan memanfaatkan bahan bakar yang masih belum dimanfaatkan secara optimal.
Dengan daya mampu besar, harga jual listrik yang dihasilkan bisa lebih rendah sehingga subsidi yang dikeluarkan pemerintah juga akan berkurang.
Bahan bakar solar yang mendominasi pembangkit di Kaltim salah satunya menjadi penyebab masih mahalnya biaya subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah.
Nilai subsidi yang dikeluarkan pemerintah mencapai Rp4 triliun per tahun karena harga jual listrik hanya sebesar Rp846 per KWh sementara harga pokok produksi listrik mencapai Rp2.549 per KWh.