Bisnis.com, GARUT – Pemerintah harus membuat regulasi khusus terkait dengan standardisasi produk dan jasa yang dapat masuk ke Indonesia, sebagai salah satu bentuk proteksi menjelang perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi Asean 2015.
Pengamat Ekonomi dari Center of Reform on Economics Indonesia Hendri Saparini mengatakan saat ini Indonesia sudah kehabisan amunisi untuk memproteksi dari sisi tarif bea masuk karena tarifnya yang sudah sangat rendah. Misalnya untuk produk industri, tariff bea masuknya hanya 4,2% sementara China, Brazil, dan India masih di atas 11%.
“Kita sudah sulit bertarung melalui tariff, karena itu standarisasi dapat menjadi strategi untuk melindungi melindungi masyarakat atas barang dan jasa yang masuk,” ucapnya dalam workshop Standarisasi Produk dan Jasa Dalam Masyarakat Ekonomi Asean 2015, Minggu (16/2/2014).
Sebab, dengan jumlah sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berlimpah, Indonesia merupakan potensi besar sebagai basis produksi sekaligus pasar bagi masyarakat Asean yang saat ini sudah mempersiapkan diri, baik dari segi SDM maupun teknologi.
“Masuknya produk dan jasa dari luar negeri tidak bisa kita hindari karena adanya kesepakatan, tetapi kita masih bisa membuat proteksi-proteksi khusus, salah satunya ialah standarisasi produk dan jasa,” tuturnya.
Pada tahap awal, pemerintah bisa memandatkan secara khusus melalui regulasi terkait standar terhadap komoditas unggulan di Indonesia sehingga produk-produk dari negara lain yang tidak memenuhi kriteria, tidak dapat masuk.
“Kita harus ada strategi bersama, buat standarnya, mainkan isu sehingga produk tersebut tidak bisa masuk ke Indonesia. Misalnya karena mengandung bahan tertentu dengan kadar sekian persen,” ujarnya.
Namun, agar tidak justru menjadi boomerang bagi produk dalam negeri, maka dibutuhkan pendampingan secara serius sehingga produk-produk dalam negeri juga dapat memenuhi berbagai standar-standar tersebut, baik nasional maupun internasional.
“Selain standar, tentu saja diperlukan inovasi sehingga produk dalam negeri juga mampu bersaing baik di pasar lokal maupun global.”
Rudianto, pakar Survei dan Sertifikasi Direktur Biro Klasifikasi Indonesia mengakui saat ini jumlah barang di Indonesia yang sudah memenuhi standard dan telah disertifikasi masih minim, hanya ada sekitar ratusan produk dari sekitar jutaan produk yang ada di Indonesia.
Hal ini, disebabkan karena masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengurus standarisasi tersebut. Apalagi, kebanyakan konsumen Indonesia saat ini lebih memilih produk yang murah daripada yang berkualitas dan telah terstandar.
“Dari segi konsumen juga masih kurang sehingga membuat produsen banyak yang belum melakukan sertifikasi,” ucapnya.
Padahal, jika dibiarkan maka produk dan jasa di Indonesia akan tergeser oleh produk dan jasa dari berbagai negara Asean lainnya yang saat ini sudah mempersiapkan diri untuk masuk ke pasar Indonesia. “Perlu adanya kesadaran bahwa sertifikasi dan standarisasi ini menjadi penting sehingga kita dapat bersaing dengan negara lain, baik melalui proteksi di dalam negeri serta masuk ke pasar lain.”
Di Indonesia sendiri sudah ada berbagai lembaga surveyor dan sertifikasi untuk menjamin bahwa produk tersebut sudah sesuai dengan standar yang dipersyaratkan antara lain Sucofindo, Biro Klasifikasi Indonesia, serta LPPOM MUI.