Bisnis.com, JAKARTA - Banyak spekulan bermain di properti yang menyebabkan harga melambung secara tiba-tiba. Salah satu cara untuk mengantisipasi aksi spekulan itu, maka Bank Indonesia segera memperketat pengajuan kredit kepemilikan rumah (KPR) pada rumah kedua dan seterusnya.
Namun, beberapa pengembang justru mengkhawatirkan rencana kebijakan BI itu akan berdampak terhadap penurunan pasokan rumah, karena pembangunan rumah akan tersendat.
Direktur Utama PT Jababeka Tbk Setyono Djuandi Darmono mengatakan aturan yang membatasi pengajuan KPR inden pada rumah kedua dan selanjutnya akan membuat pembangunan perumahan menjadi tersendat.
“Kalau pembangunan tersendat, akhirnya harga rumah menjadi mahal. Kalau suplai kurang, sementara permintaan tinggi, apa yang terjadi? Harga akan naik. Ini sangat tergantung dengan hukum supply demand,” ujarnya di sela-sela Rapat Kerja Daerah Realestat DKI Jakarta, Kamis (19/9/2013).
Tujuan pemberlakukan aturan tersebut, sambungnya, pada dasarnya bagus untuk mencegah spekulan dan penggelembungan harga properti (bubble). Meskipun begitu, tidak bisa disamaratakan untuk seluruh pengembang.
“Masa pengembang yang bagus dan tujuannya bagus terkena dampak juga. Itu bagus, tapi mestinya tidak digebyah uyah. Ibaratnya, satu murid terlambat, satu kelas dihukum semua. Ya ngga bisa seperti itu. Harus dipilah-pilah,” tambahnya.
Tingkat kebutuhan rumah di Indonesia, jelas Darmono, sangat besar saat ini. Kalau sejak awal pembangunan sudah dibatasi, akan berdampak pada kenaikan harga dan backlog (kekurangan rumah) akan semakin tinggi.
Seperti diketahui, Bank Indonesia merencanakan akan menerbitkan aturan pengetatan pengajuan KPR bagi rumah kedua dan selanjutnya pada akhir September. Pengajuan KPR bagi rumah kedua dan seterusnya harus menunggu rumah berdiri. Sementara untuk rumah pertama, KPR diajukan sesuai progres pembangunan.
Darmono menuturkan dengan adanya pembatasan pengajuan KPR tersebut akan membuat aliran dana perusahaan menjadi terganggung. “Rumah murah juga dibayar secara bertahap. Ini membuat cash flow menjadi terganggu.”