Bisnis.com, JAKARTA—Asumsi dasar makro yang ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2041 dinilai cukup baik apabila pemerintah dapat melaksanakannya dengan strategi yang tepat.
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan selama ini pemerintah kadang-kadang mengeluarkan kebijakan atau strategi yang kurang tepat dalam pencapaian asumsi makro.
“Kadang-kadang pemerintah mengeluarkan kebijakan yang kurang tepat, sehingga jika pencapaian itu meleset, pemerintah justru beralasan karena dampak dari perlambatan ekonomi dunia,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (18/08/2013).
Salah satunya yakni indikator ekonomi dari sisi inflasi. Menurutnya, tren kenaikan inflasi akibat kenaikan harga dari bahan pokok cenderung menjadi inflasi yang bersifat permanen. Padahal, inflasi seharusnya bersifat musiman.
Oleh karena itu, perlu ada upaya yang efektif dari pemerintah agar kenaikan inflasi akibat faktor pangan tidak bersifat panjang. Dia menambahkan jika harga pangan berkontribusi 50% dari kenaikan inflasi dalam negeri.
“Misalnya saja daging sapi, pemerintah sejak bulan yang lalu berencana menurunkan harga, tetapi kenyataannya hingga sekarang justru harga sapi masih berada di atas nilai wajar,” tuturnya.
Apabila pemerintah sulit menjaga tingkat inflasi, lanjutnya, hal tersebut akan menimbulkan dampak multiplier effect. Salah satunya kemungkinan adanya penyesuaian kembali upah minimum regional (UMR).
Alhasil, penyesuaian UMR tersebut dapat menyebabkan terganggunya ekspansi dari pengusaha industri dan turut berdampak terhadap kepercayaan investor dalam melakukan investasi di Indonesia.
Selain inflasi, Aviliani berharap nilai tukar rupiah dapat dipertahankan dengan mengatur arus kas (cash flow) agar neraca perdagangan Indonesia menjadi lebih baik, meskipun saat ini ada tantangan dari investasi yang masuk.
Untuk menarik investor, menurutnya, Bank Indonesia harus berani mengeluarkan kebijakan menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate secara bertahap guna menjaga tingkat kepercayaan investor dalam melakukan kegiatan investasi.
“Investor pasti mencari kepastian saat ingin melakukan investasi. Oleh karena itu, kita harus bisa menjaga confident level tetap tinggi. Jika tidak, investor akan menunda investasi, dan bahkan akan mencari tempat lain,” katanya.
Aviliani juga mengomentari penggunaan alokasi dana dalam RAPBN. Dia menilai pemerintah tidak memiliki fokus dalam alokasi dana tersebut, sehingga target konservatif ini sama halnya saat pemerintah menetapkan RAPBN tahun lalu.
Oleh karena itu, lanjutnya, penyerapan alokasi penggunaan dana menjadi poin penting dalam pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, penyerapan pemerintah hingga kuartal kedua hanya sekitar 30%.
“Kebanyakan terjadi pada kuartal keempat, sehingga tidak seimbang. Alhasil produk domestik bruto pada kuartal pertama dan kedua terbilang kecil. Harusnya pemerintah bisa menyesuaikan penyerapan anggaran lebih seimbang,” jelasnya.