Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Perindustrian mengharapkan Kementerian Keuangan mengambil keputusan secara bijaksana dan win win solution mengenai rencana pembangunan kilang pengolahan minyak oleh investor dari Timur Tengah, Kuwait Petroleum Company dan Saudy Aramco Asia Company Limited.
Menteri Perindustrian M.S Hidayat mengatakan hingga saat ini memang belum ada keputusan kuat mengenai rencana pembanguna kilang oleh kedua investor tersebut. Menurutnya, insentif yang diminta oleh kedua investor memang berlebihan, namun juga harus dipikirkan bahwa Indonesia juga membutuhkan partisipasi mereka,
“Saya sudah katakan kepada Menteri Keuangan agar menghadapi ini secara bijaksana. Antara take and give harus sesuai,” kata Hidayat akhir pekan lalu di kantor Kemenperin.
Menurut Hidayat, jangan sampai Indonesia dirugikan karena permintaan kedua investor yang terlalu besar. Namun, harus diingat pula Indonesia sangat membutuhkan kilang pengolahan minyak.
“Kecuali kalau Indoensia mau terus-menerus impor, baik BBM maupun petrokimia.”
Pihaknya berharap, kedua investor bisa masuk dengan persyaratan yang sesuai dan tidak saling merugikan. “Cari win win solution, tentunya saya tidak bisa mencapuri karena bukan wewenang saya soal keputusannya.”
Selain itu, lanjutnya, hal yang harus dipikirkan adalah investasi kilang sangat strategis dan dibutuhkan oleh sektor migas dan industri petrokimia. Investor harus mengeluarkan dana hingga US$10 miliar untuk pembangunan satu kilang.
Kemudian, investor juga harus menyediakan minyak mentah untuk diolah sebesar 300.000 barel per hari. Artinya, tidak banyak negara yang benar-benar mau berinvestasi besar seperti itu. Pasalnya, margin pembangunan kilang tidaklah besar.
Seperti diketahui, pemerintah menargetkan pembangunan tiga kilang minyak berkapasitas total 900.000 barel per hari dan diharapkan bisa terealisasi pada 2018 dan 2019.
Ketiga kilang tersebut adalah kilang yang akan dibangun Pertamina dengan Kuwait Petroleum, Kilang yang dibangun Pertamina dengan Saudi Aramco, dan satu kilang lagi yang rencananya menggunakan APBN. Hingga hari ini, belum ada satu pun konstruksi fisik yang dimulai. (ltc)