Bisnis.com, JAKARTA – Bulog menjamin daging sapi impor yang didatangkan dari Australia halal dan higienis sehingga aman dikonsumsi masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim.
Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso menyampaikan pihaknya mengecek langsung proses penggemukan, pemotongan hingga pengemasan, sebelum daging sampai di Tanah Air.
“Saya ke sana dengan teman-teman dari Departemen Pertanian, Perikanan dan Kehutanan setempat. Saya menyaksikan di beberapa tempat pemotongan dan tahu persis caranya bagaimana. Mereka juga strick (ketat) dengan sertifikat halal,” katanya kepada Bisnis hari ini, Sabtu (20/7/2013).
Meskipun tak berhasil mengajak Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk ikut menyaksikan pemrosesan, Sutarto menuturkan sertifikat halal itu sudah diakui MUI bersama Consul Muslim Australia.
Sutarto mengaku tak ingat nama-nama maupun jumlah eksportir Australia yang memasok daging, tetapi pihaknya dapat menunjukkan melalui faktur (invoice) impor.
Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) meragukan kehalalan daging sapi yang diimpor Bulog sehingga mereka menolak menjualnya kepada konsumen.
Keraguan itu muncul setelah asosiasi tersebut mendapat informasi bahwa daging itu diproses di negara asal dengan cara yang tidak Islami, misalnya dikumpulkan dari beragam tempat tanpa tahu asal muasal peternak, perusahaan penggemukan dan penyembelihan.
Sutarto menilai kabar itu sengaja diembuskan oleh pihak-pihak yang tersaingi karena Bulog mampu menjual daging dengan harga lebih murah, yakni Rp75.000-Rp80.000 per kg.
Karena Bulog masuk melalui operasi pasar dengan harga miring, pedagang yang tadinya berencana mematok harga daging tinggi menjelang Lebaran, mengurungkan niat.
“Bulog hanya ingin menyeimbangkan harga. Kasihan masyarakat kita, mau makan daging menjelang Lebaran saja dingel-ngel (dipersulit),” ujarnya.
Sutarto pun membantah pihaknya tak mengajak asosiasi dalam pembahasan penugasan Bulog mengimpor daging sapi.
Menurutnya, Bulog sempat mengumpulkan sekitar 70 orang yang berasal dari beberapa asosiasi, seperti APDI dan Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ADDI) untuk diajak bekerja sama menyalurkan daging impor.
“Awalnya mereka menyambut baik, tapi ndak tahu kenapa belakangan jadi lain,” ujarnya.