BISNIS.COM, JAKARTA – Pelaku usaha berpendapat upaya intensifikasi yang dilakukan Ditjen Pajak demi mengejar target penerimaan tahun ini berpotensi mengusik iklim usaha.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Moneter, Fiskal dan Kebijakan Publik Hariyadi Sukamdani menilai pemeriksaan terhadap wajib pajak di sektor properti dan penggalian di sektor unggulan untuk skala daerah secara psikologis akan membuat pelaku usaha berada dalam tekanan.
Pihaknya mengusulkan agar otoritas perpajakan menekankan pendekatan yang persuasif ketimbang represif.
“Intensifikasi oke, tetapi ada unsur pembinaan juga. Niat pengusaha mungkin bukan ngemplang, tetapi lebih karena multitafsir. Pembinaan di sini penting karena akan menciptakan trust (kepercayaan) di antara kedua belah pihak,” tuturnya, Selasa (25/6/2013).
Hariyadi menolak anggapan Ditjen Pajak bahwa pelaku usaha di sektor properti hanya melaporkan transaksi sesuai nilai jual objek pajak (NJOP) ketimbang transaksi riil. Menurutnya, di lapangan justru seringkali terjadi jual beli di bawah NJOP, tetapi tetap dilaporkan sesuai NJOP.
“Jangan dicurigai dulu. Kita kan pakai self assessment. Semestinya hormati asas itu,” ujarnya.
Hariyadi menuturkan seluruh pihak seharusnya memahami kondisi bahwa ekonomi global masih melambat dan berimbas terhadap penerimaan pajak. Dengan demikian, pemerintah dan parlemen tidak memaksakan diri mengejar target dengan cara yang kurang persuasif.
Seperti diketahui, Ditjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak berencana melakukan pengalian potensi pajak di sektor unggulan masing-masing daerah guna mencapai pertumbuhan yang diharapkan, minimal 19%.
Secara nasional, mulai Juli 2013 otoritas perpajakan akan melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang bergerak di sektor properti.
Hal ini mengingat penerimaan pajak sampai dengan 4 Juni masih Rp384,1 triliun atau 38,6% dari target APBN-P 2013 sebesar Rp995 triliun,