BISNIS.COM, JAKARTA--Keterlambatan penerbitan peraturan Menteri Keuangan (PMK) induk dan sektoral yang terlambat lagi-lagi menjadi penyebab stagnansi kinerja industri galangan kapal dalam negeri. Pasalnya, akibat keterlambatan ini, penyerapan bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) diproyeksikan maksimal 30% dari totl Rp60,8 miliar tahun ini.
Direktur Industri Maritim, Kedirgantaraan, dan Alat Pertahanan Ditjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Soerjono menyebutkan importasi komponen galangan kapal biasanya dilakukan pada awal tahun. Namun, baru pada bulan ini PMK dirilis.
"Kalau begini industri dalam negeri yang rugi karena belum tentu mampu. Industri menginginkan BMDTP bisa keluar pada Januari agar bersamaan dengan produksi," ujarnya pada Senin (17/6).
Adapun beberapa importasi komponen oleh industri pada awal tahun, lanjut Soerjono, di antaranya belanja pelat baja dan kunci mesin. Saat ini berdasarkan data Kemenperin, realisasi BMDTP baru mencapai Rp3,03 miliar.
Sebelumnya, Ikatan Perusahaan Industri Kapal & Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) memperkirakan nilai produksi kapal di dalam negeri tahun ini mencapai US$1,53 miliar dan bisa naik menjadi US$1,99 miliar pada tahun ini.
Tak hanya masalah keterlambatan PMK, permintaan penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikenakan pada importasi bahan dasar dan komponen produksi galangan kapal juga masih penjadi penghambat kinerja industri. Padahal pemerintah telah lama membebaskan PPN terhadap importasi kapal perusahaan pelayaran.
Berbagai penghambat tersebut membuat harga jual kapal lokal lebih mahal dibandingkan dengan kapal impor baru dan bekas. Pada tahun ini, industri masih menggantungkan nasib pada konsumsi domestik.
Soerjono memaparkan, pada tahun ini pesanan dari Kementerian Perhubungan, khususnya Ditjen Perhubungan Laut, Pertamina, SKK Migas, TNI dan Polri. Dia mencontohkan, pesanan kapal LNG dari SKK Migas mencapai total 526 unit.