Bisnis.com, JAKARTA—Federasi Pengemasan Indonesia menilai realisasi pemanfaatan bea masuk ditanggung pemerintah tidak akan pernah optimal selama prosedur pengajuan fasilitas ini rumit dengan rantai birokrasi yang panjang.
Henky Wibowo, Ketua Umum Federasi Pengemasan Indonesia, mengatakan akibat prosedur bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) yang rumit, industri pengemasan dalam negeri membebankan bea masuk bahan baku ke dalam harga jual produk.
“Rumit. Prosedur di lapangan banyak yang harus diperbaiki. Kami dapat mengklaim BMDTP setelah seluruh barang impor masuk ke dalam negeri, sementara pencairan BMDTP berlarut-larut, akibatnya industri malas menggunakan fasilitas ini,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis(21/1/2016).
Dalam hal ini, produsen dalam negeri mengutamakan ketepatan waktu produksi serta kecepatan merespons pasar. Proses BMDTP yang berlarut-larut justru dapat melemahkan daya saing industri pengemasan dalam negeri.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengumumkan realisasi pemanfaatan fasilitas BMDTP tahun anggaran 2015 hanya mencapai Rp194 miliar atau sekitar 33,5% dari pagu indikatif. Adapun pada tahun ini pagu BMDTP dipatok naik 200% dari realisasi 2015 menjadi Rp578 miliar.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan pihaknya bersama dengna kementerian teknis terkait berusaha memaksimalkan penggunaan fasilitas ini untuk barang-barang di sektor industri tertentu yang diatur dalam PMK No. 271/PMK.10/2015.
Menurutnya, realisasi yang rendah kemungkinan seiring dengan digunakannya fasilitas free trade agreement oleh pelaku industri, sehingga secara otomatis tidak mendapatkan fasilitas pembebasan kepabeanan. Namun, pemerintah juga memantau praktik lapangan, terutama dari perubahan pola impor.
Dalam aturan tersebut, terdapat empat pemegang kuasa pengguna anggaran dengan 25 sektor industri yang mendapatkan BMDTP. Yakni KPA Ditjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin dengan pagu terbesar senilai Rp187,7 miliar untuk sektor pembuatan kemasan plastik dan sejenisnya.
Adapun KPA Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin mendapat pagu senilai Rp107,27 miliar yang dialokasikan untuk pembuatan komponen kendaraan bermotor.
Selain itu, fasilitas BMDTP pada KPA Ditjen Industri Agro Kemenperin dialokasikan untuk pembuatan pakan ternak senilai Rp20 miliar. Sementara KPA Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan dialokasikan senilai Rp19 miliar.
Henky, menuturnya, asosiasi memperkirakan pertumbuhan industri kemasan plastik pada tahun lalu sebesar 6%-7%. Adapun nilai omzet seluruh industri pengemasan mencapai Rp70 triliun. Dalam hal ini, kontribusi kemasan plastik sekitar 60% dari total industri pengemasan.
Rendahnya pemanfaatan fasilitas BMDTP pada tahun lalu, lanjutnya, kemungkinan juga disebabkan oleh rendahnya capaian pertumbuhan ekonomi nasional. Industri pengemasan yang biasanya tumbuh 10%, pada tahun lalu hanya single digit.