BISNIS.COM, JAKARTA—Pemerintah pun merasa keberatan terhadap rencana sharing iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera) antara pekerja dan pemberi kerja/pemerintah seperti usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rancangan Undang-Undang Tapera.
Sebelumnya, keberatan juga diungkapkan Asosiasi Pengusaha Indonesia yang merasa sulit melakukan pengembangan dan berkompetisi di dunia usaha, jika ada beban pengeluaran seperti itu.
Seperti diketahui, dalam RUU Tapera diusulkan adanya iuran untuk keperluan perumahan mencapai 5% dari upah. Dalam Naskah Akademik RUU Tapera, pemberi kerja/pemerintah kemungkinan akan dikenakan sharing sampai 2% dari total 5% iuran.
Ketua Panitia Khusus RUU Tapera Yoseph Umar Hadi mengungkapkan keberatan yang disampaikan pemerintah tertuang dalam daftar inventarisasi masalah RUU Tapera yang diserahkan beberapa waktu lalu kepada DPR.
“Pemerintah tidak sependapat kalau harus sharing. Misalnya dari 5% itu 2,5% ditanggung oleh pekerja dan 2,5% pemerintah. Pemerintah merasa tidak sanggup untuk itu,” katanya saat dihubungi Bisnis, Senin (29/4/2013).
Padahal, sambungnya, pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang tertuang dalam UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Permukiman. Menurutnya, pemerintah sebagai pemberi kerja juga berkewajiban untuk menyisihkan anggarannya untuk rakyat.
Meski anggaran untuk Kementerian Perumahan Rakyat besar, tetap saja belum mampu memenuhi hal itu. Sehingga, imbuhnya, dibutuhkan mobilisasi pembiayaan perumahan.
“Kita akan perdebatkan lagi hal itu. Mungkin pemerintah merasa keberatan karena dia juga tidak mau repot meyakinkan pengusaha untuk menyisihkan anggaran untuk sharing iuran,” ujarnya.