BISNIS.COM, JAKARTA—DPR harus mengoptimalkan peran Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) untuk meningkatkan pengawasan terhadap risiko penyimpangan keuangan.
Yuna Farhan, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), mengatakan selain mengoptimalkan peran auditor di masing-masing kementerian/lembaga (K/L), peran institusi di luar tubuh entitas penting untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan.
“Tekanan dari BAKN didorong untuk menindaklanjuti temuan ini agar jangan sampai masuk laci. BAKN ini perannya masih seperti anak tiri,” katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (2/4).
Selain itu, dia juga menyarankan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mampu menggalang tekanan dari publik melalui media atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Oleh sebab itu, BPK harus lebih terbuka terhadap proses pemeriksaannya.
Yuna juga menyoroti belum optimalnya implementasi sistem pelelangan elektronik [e-procurement], terutama untuk tingkat daerah. Menurutnya, pemerintah daerah masih setengah-setengah dalam menerapkan sistem ini untuk proses pengadaan barang dan jasa akibat tingkat pengawasan yang masih lemah.
“Padahal penggunaan e-procurement terbukti secara signifikan mengurangi penyimpangan. Soalnya, rata-rata 80% temuan BPK itu terkait pengadaan barang jasa,” katanya.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II/2012, BPK melaporkan adanya 3.990 kasus yang mengakibatkan kerugian negara, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan dengan nilai mencapai Rp5,83 triliun.
Selain itu, BPK juga melaporkan adanya temuan berupa ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan dengan nilai mencapai Rp3,88 triliun yang berasal dari 2.241 kasus. (if)