Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Renegosiasi PKP2B, Pengusaha Keberatan Wilayahnya Dipangkas

BISNIS.COM, JAKARTA--Pengusaha pertambangan batu bara keberatan dengan keinginan pemerintah yang ingin memangkas luas wilayah kerja pertambangan perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) menjadi 15.000 hektare agar

BISNIS.COM, JAKARTA--Pengusaha pertambangan batu bara keberatan dengan keinginan pemerintah yang ingin memangkas luas wilayah kerja pertambangan perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) menjadi 15.000 hektare agar sesuai dengan undang-undang (UU) No. 4/2009. 

Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif asosiasi pengusaha batu bara Indonesia (APBI) mengatakan pihaknya saat ini mengkhawatirkan keinginan pemerintah untuk memangkas luas wilayah kerja dalam renegosiasi. Hal tersebut dianggap sangat merugikan perusahaan yang saat ini memiliki wilayah kerja lebih dari 15.000 hektare.

“Kami sangat mengkhawatirkan pemangkasan luas wilayah kerja dalam renegosiasi PKP2B. harusnya ikuti saja PKP2B yang telah ada sampai habis. Ini sangat merugikan, karena dalam renegosiasi itu pemerintah enggan menurunkan royalti dan income tax,” katanya di Jakarta, Rabu (13/3/2013). 

Supriatna mengungkapkan saat ini saja pemerintah pusat dan pemerintah daerah nampaknya telah sepakat untuk tidak lagi mengeluarkan PKP2B untuk perusahaan batu bara. Nantinya, seluruh izin perusahaan yang PKP2B-nya telah habis akan menjadi izin usaha pertambangan (IUP). 

Akan tetapi menurutnya, pihaknya tetap menginginkan IUP tersebut dikeluarkan oleh pemerintah pusat, bukan dikeluarkan oleh pemerintah daerah tingkat II seperti saat ini. “Kalau dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten, kami khawatir luas wilayah ini akan diutak-atik lagi. Makanya kami lebih menginginkan IUP dikeluarkan pemerintah pusat,” ungkapnya. 

Dalam kesempatan itu Supriatna juga mengungkapkan sebaiknya pemerintah melakukan penyamaan royalti antara perusahaan pemegang IUP dan PKP2B disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Pasalnya,  saat ini banyak perusahaan pemegang IUP mendapatkan insentif dari pemerintah dengan kewajiban membayarkan royalti hanya sebesar 5%. 

“Kalau royalti IUP mau disamakan dengan PKP2B itu, banyak pemegang IUP yang mendapat insentif hanya membayar royalti 5%, mereka bisa tutup kalau dipaksa membayar royalti maksimal 13% seperti pemegang PKP2B,” jelasnya.

Sebelumnya, Supriatna juga sempat mengusulkan mekanisme yang saling menguntungkan dalam renegosiasi seperti luas wilayah perusahaan yang dipecah dan digarap oleh perusahaan baru yang dibentuk pemegang PKP2B agar sesuai amanat UU Minerba.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menawarkan insentif untuk menjaga iklim usaha pertambangan batu bara di dalam negeri. Sayangnya, Pasal 169 huruf b UU No. 4/2009 telah mengunci pemerintah untuk menawarkan sesuatu yang dapat mengurangi penerimaan negara.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Achmad Ardianto mengatakan pemerintah harus segera melakukan penyamaan royalti antara pemegang IUP dan PKP2B. Hal itu dikarenakan UU No. 4/2009 mengamanatkan kontrak-kontrak yang telah ada disesuaikan dengan UU yang ada saat ini.

Apalagi kedepannya tidak akan ada lagi PKP2B, karena setelah masa PKP2B habis akan diubah menjadi IUP. Untuk itu, pemerintah dan pengusaha harus mau menyamakan sudut pandang terkait rencana penyamaan besaran royalti yang harus dibayarkan tersebut.

“Selama ini pengusaha menggunakan keekonomian, sedangkan pemerintah menggunakan azas manfaat bagi negara, ini yang harus dipertemukan dengan cara duduk bersama. Kalau tidak disamakan, maka yang akan terjadi hanya tawar menawar saja,” tuturnya.

Didi juga mengungkapkan pentingnya menggunakan UU Minerba sebagai dasar dari renegosiasi yang dilakukan pemerintah dengan perusahaan pemegang PKP2B. Dengan begitu nantinya, renegosiasi itu tidak akan membahas persoalan penerimaan negara dan luas wilayah, melainkan juga membahas jenis batu bara yang boleh diproduksi dan diekspor, serta jumlah yang boleh diproduksi tiap tahunnya. (faa)

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lili Sunardi
Editor : Others
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper