Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia didominasi pada sektor industri padat karya.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan saat ini fenomena PHK terus meningkat seiring dengan sektor industri tekstil dan padat karya (TPT) yang mengalami kesulitan.
“Tapi memang kalau lihat kondisinya, PHK ini terus meningkat, dan terutama di dalam sektor-sektor yang menjadi juga sektor padat karya seperti TPT, tekstil, sektor-sektor yang sangat tertekan pada hari ini,” kata Shinta dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Terlebih, Shinta menuturkan bahwa penciptaan lapangan pekerjaan juga belum memadai dibandingkan dengan angka PHK maupun angka pekerjaan baru yang harus disiapkan setiap tahun.
Pasalnya, dia menyebut penciptaan lapangan kerja baru yang bisa disiapkan baru mencapai 1,25 juta.
“Jadi kalau kita lihat setiap tahun itu 2-3 juta pekerjaan baru harus digulirkan,” imbuhnya.
Baca Juga
Adapun, penciptaan lapangan kerja ini seiring adanya realisasi investasi yang mencapai Rp477,7 triliun pada kuartal II/2025. Adapun, sepanjang semester I/2025, total investasi telah mencapai Rp942,9 triliun atau setara 49,5% dari target 2025.
Di sisi lain, sebagai upaya mencegah gelombang PHK lanjutan dan penciptaan lapangan kerja, Apindo juga mengusulkan berbagai kebijakan dukungan agar sektor industri, terutama padat karya dapat bertahan dan terus menciptakan lapangan kerja.
Usulan ini mencakup insentif fiskal seperti pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) jasa subkontrak dan bahan baku, percepatan restitusi PPN, penghapusan bea masuk bahan baku untuk industri, perluasan skema PPh 21 ditanggung pemerintah, serta akses pembiayaan yang lebih inklusif.
Di samping itu, dunia usaha juga mengusulkan stimulus biaya tenaga kerja dan energi melalui subsidi iuran BPJS Kesehatan untuk sektor terdampak, diskon listrik, subsidi gas, serta pengembangan energi terbarukan melalui PLTS atap dengan skema net-metering.
Shinta menjelaskan bahwa seluruh langkah ini dirancang untuk menjaga arus kas, mempertahankan kapasitas produksi, dan mencegah gelombang PHK lanjutan.
“Industri padat karya kita tengah berada di persimpangan jalan. Jika tidak diberi perlindungan dan insentif yang cukup, maka kita berpotensi kehilangan sektor yang selama ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” pungkasnya.