Bisnis.com, BINTUNI — Di balik kesuksesan Proyek Tangguh LNG BP di Teluk Bintuni, ada peran penting tenaga kerja lokal asli Papua. Sekitar 70% tenaga kerja di proyek gas alam cair terbesar di Indonesia itu merupakan putra-putri Tanah Papua.
Raksasa migas asal Inggris, British Petroleum (BP) yang mengoperasikan Tangguh LNG juga memiliki target untuk menyerap 85% pekerja lokal dari total sekitar 1.000 tenaga kerja hingga 2029.
Yofita Agofa, salah seorang pekerja teknisi produksi di BP Tangguh bercerita kiprahnya bekerja di perusahaan yang telah berjalan hampir 5 tahun. Semula, dia merupakan penerima beasiswa dari program Technician Apprenticeship Ciloto yang diberikan BP Indonesia.
Bagi Yofita masuk dalam program tersebut usai menyelesaikan sekolah menengah pertama (SMP) menjadi kebanggaan. Lantaran, ada ribuan orang yang ikut mendaftar program tersebut ke dati yang diterima hanya sekitar 40 orang per angkatan.
“Kita tahu pelajari apa yang akan kita lakukan di lapangan, jadi basic knowledge-nya kita mendalam, baru kita terima di lapangan itu. Terus untuk yang programnya di Ciloto, kita lakukan itu dari pertama di Papua, dan itu adalah sebuah kebanggaan buat kita yang terpilih,” ujarnya saat ditemui di kawasan BP Tangguh, Selasa (10/6/2025).
Tak hanya pelatihan, Yofita juga diberikan beasiswa untuk melanjutkan ke SMK hingga universitas dengan prodi yang berkaitan dengan produksi migas. Setelah lulus kuliah, dia mengikuti program magang dan diangkat menjadi teknisi di BP.
Baca Juga
Program tersebut dilakukan pada 2016 lalu dan membuka 3 batch yang masing-masing dilatih selama 3 tahun. Sebagian besar dari lulusan program tersebut ikut berkontribusi di proyek BP Tangguh.
“Jadi yang menawarkan, jika berminat silahkan karena kan kita kan maklum dari kampung jauh ya ke kota. Nah, terus itu kan mereka kalau berani atau mau gabung aja nanti kita ya ngarahin. Ya sudah akhirnya berniat di gabung kita lanjut ke SMK di sana. Nah dari SMK itulah berjalan sampai saat ini, semua ditanggung BP,” jelasnya.
Menariknya, Yofita merupakan warga asli yang lahir dan besar di Desa Tanah Merah, Kecamatan Sumuri, Teluk Bintuni. Desa Tanah Merah adalah wilayah yang terletak di area pembangunan proyek BP Tangguh.
Warga dari desa tersebut akhirnya direlokasi dan dibangunkan kembali rumah-rumah warga dengan sebutan Tanah Merah Baru. Namun, pemindahan relokasi disebut masih di sekitar kawasan area Tangguh.
“Jadi kebetulan saya penduduk asli sini. Yang dulu ikut di pindahkan. Makanya disekolahkan lagi kan beberapa anaknya ditawarkan program itu,” ujarnya.
Tak hanya Yofita, Ayu Diah Rumagesan yang juga bekerja sebagai teknisi produksi di BP Tangguh LNG juga merupakan salah satu lulusan dari program training tersebut.
Dia bercerita sejak awal pengumuman program dimulai, Ayu bertekad untuk ikut. Namun, dia sempat diragukan lantaran penampilannya tidak khas seperti orang asli Papua. Terlebih, Ayu juga mengenakan jilbab.
“Saya campuran, bapak saya memang asli kampung Arguni di Fakfak. Ibu saya memang Jawa. Nah, saya bilang, saya jelaskan program ini, karena saya masuk dalam kategori ini,” tuturnya.
Sebagai teknisi produksi, Ayu ditempatkan di posisi monitoring proses operasional kilang LNG Tangguh. Dia juga yang memantau berbagai pekerjaan serta kondisi peralatan produksi.
Tangguh LNG yang merupakan proyek dari perusahaan migas Inggris, British Petroleum (BP) itu kini diketahui memproduksi LNG rata-rata sebesar 2,1 miliar kaki kubik per hari dari tiga kilang pencairannya. Angka tersebut menyumbang sekitar sepertiga dari produksi gas nasional.
Jurus BP Serap Pekerja Papua
British Petroleum (BP) Indonesia mengungkap strategi menyerap tenaga kerja asli orang Papua hingga 85% pada 2029 dalam proyek pengembangan lapangan gas alam BP Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Head of Country BP Indonesia Hardi Hanafiah mengatakan, pihaknya masih terus melakukan rekrutmen yang menyertakan tenaga kerja Papua di proyek tersebut sehingga dapat mencapai 85% dari total pekerja sekitar 1.000-an.
“Oleh karena itu, BP menggagas program apprenticeship atau magang yang telah berjalan selama tiga angkatan, masing-masing berdurasi tiga tahun. Recruitment paling penting ya jadi kan di awal-awal itu memang kita melihat tidak ada fasilitas [sumber daya manusia] makanya BP punya program apprenticeship. Tiga angkatan, masing-masing angkatan tiga tahun,” kata Hardi saat ditemui di kawasan BP Tangguh, Selasa (10/6/2025).
Adapun, Program Technician Apprentice di Tangguh LNG tersebut telah dilakukan sejak 2016 dan telah dilakukan 3 batch dengan total 40 orang per batch.
Dia menerangkan BP mengambil inisiatif untuk membangun sistem dari awal. Setelah tiga angkatan berhasil dijalankan, kini pemerintah daerah (Pemda) mulai mengembangkan program serupa.
“Jadi pada saat itu ketika belum ada infrastrukturnya, belum ada sistemnya, kita yang bangun. Tapi setelah kita laksanakan tiga angkatan, masing-masing 3 tahun, sekarang Pemda juga sudah punya program mirip kelihatannya yang kita mulai, yang kita rintis sudah mulai diikuti baik di Pemda di sini maupun di lokasi lain di Indonesia,” tuturnya.
Hardi menilai dengan pendekatan ini dapat mendorong pertumbuhan program-program pelatihan lain yang berkelanjutan, tanpa membuat BP menjadi satu-satunya penyelenggara.
Melalui program ini, BP berharap akan lahir lebih banyak inisiatif serupa, terutama di wilayah Papua dan sekitarnya sehingga tenaga kerja lokal lebih tertarik terjun ke industri energi. Pihaknya berharap, pada saat kebutuhan tenaga kerja meningkat, rekrutmen tidak lagi dimulai dari nol.
“Harapan kita adalah setelah ini ada program-program lain yang lahir, yang tumbuh sehingga pada saatnya nanti menambah jumlah pekerja itu bukan kita yang mencari dari SMP, kita yang mendidik, kita yang merekrut, tapi kita sudah, jadi pihak yang menjadi penikmat dari program yang dilahirkan oleh tetangga-tetangga kita,” ujarnya.
Kendati demikian, dia mengakui bahwa proses otomatisasi yang terus berkembang juga berdampak pada penurunan kebutuhan tenaga kerja. Maka dari itu, BP berfokus untuk mempersiapkan tenaga kerja yang adaptif terhadap perubahan tersebut.
“Makin hari kan otomatisasi itu kan membuat jumlah pekerjaan menjadi sedikit. Jadi itu yang harus kita lihat juga. Jadi bukan sekedar memastikan volumenya tinggi tetapi kita ikut zaman, ikut siklus operasi, proyek menjadi operasi, dengan kita manfaatkan teknologi,” terangnya.
BP optimistis bahwa tenaga kerja yang telah mereka latih sejak jenjang SMP akan mampu mengelola operasi di Tangguh pada tahun 2029, baik dengan dukungan manusia maupun teknologi otomatisasi.
“Jadi ya, kita continued education, continued recruitment, and looking at around people around us, membuat industri ini menarik, membuat Tangguh ini menarik. Jadi orang ke sini mudah-mudahan kita menjadi a company of choice. Orang memilih untuk Tangguh,” pungkasnya.