Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia disebut perlu mendorong inovasi teknologi dan pendekatan ilmiah untuk meningkatkan diversifikasi produk hasil tembakau. Hal ini dilakukan untuk melawan masifnya rokok ilegal.
Pakar kesehatan sekaligus mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tikki Pangestu mengatakan diversifikasi tembakau dan produk alternatif juga menjadi langkah perbaikan sistem kesehatan di Indonesia.
“Dua dari tiga pria Indonesia adalah perokok. Hal ini menjadikan kita negara dengan prevalensi tertinggi di dunia. Kita perlu mempertimbangkan pendekatan pengurangan bahaya tembakau sebagai bagian dari solusi,” kata Tikki dalam keterangan tertulis, Rabu (21/5/2025).
Dia menyoroti data dari Jepang dan Inggris yang menunjukkan penurunan signifikan konsumsi rokok seiring meningkatnya penggunaan produk alternatif, seperti rokok elektrik (vape) dan produk tembakau yang dipanaskan.
“Di Jepang, penjualan rokok turun 32% seiring meningkatnya penjualan produk tembakau yang dipanaskan. Di Inggris, saat vaping naik, angka merokok turun,” ujarnya.
Namun, dia menilai kebijakan fiskal Indonesia belum mendukung pendekatan yang maksimal. Tika mengemukakan saat ini Indonesia haya menerapkan pendekatan pengurangan bahaya tembakau melalui pengenaan cukai seperti pada rokok.
Baca Juga
“Padahal secara risiko jauh lebih rendah. Ini tidak proporsional dan merugikan potensi manfaat kesehatan masyarakat,” tuturnya.
Dia menilai Indonesia bisa meniru model Filipina yang menerapkan regulasi berbasis risiko, menjaga kualitas dan keamanan produk, serta melindungi anak di bawah umur.
“Saya berharap Indonesia mengambil posisi tengah, tidak membebaskan tanpa aturan, tetapi juga tidak melarang total seperti Singapura atau Australia. Pendekatannya harus rasional dan berbasis risiko,” jelasnya.
Indonesia juga disebut sudah berada di jalur progresif dalam mengatur produk tembakau alternatif. Pengaturan dinilai tidak terlalu bebas tanpa regulasi, tetapi juga tidak seketat negara-negara yang menerapkan larangan total.
“Indonesia punya peluang untuk menjadi contoh pendekatan regulasi yang proporsional terhadap risiko,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia memperingatkan bahwa pelarangan total justru bisa mendorong munculnya barang ilegal dan merugikan masyarakat.
“Kita harus fokus pada aksesibilitas dan keterjangkauan bagi mereka yang ingin berhenti merokok,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan mengatakan sejumlah kebijakan tembakau nasional dan rencana aturan turunannya kini mengancam produk tembakau, termasuk rokok.
“Misalnya, rencana kemasan polos itu akan memicu maraknya peredaran rokok ilegal karena identitas produk akan sulit dikenali sehingga konsumen beralih ke produk ilegal yang lebih murah,” terang Henry kepada Bisnis, dihubungi terpisah.