Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Peningkatan Impor Susu dari AS Berisiko Buat Industri Lokal Stagnan

Peningkatan impor susu dari Amerika Serikat (AS) dinilai bisa menghambat perkembangan industri susu dalam negeri
Peternak sapi perah menyerahkan susu produksinya kepada KUD Dadi Jaya di Jawa Timur untuk kemudian dikirim ke pabrik./Bisnis - Rika A.
Peternak sapi perah menyerahkan susu produksinya kepada KUD Dadi Jaya di Jawa Timur untuk kemudian dikirim ke pabrik./Bisnis - Rika A.

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai peningkatan impor susu dari Amerika Serikat (AS) bisa menghambat perkembangan industri susu dalam negeri, meski berpeluang bisa mengurangi defisit neraca perdagangan AS—Indonesia.

Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Eliza Mardian mengatakan, penambahan impor susu dari Negeri Paman Sam itu bisa memicu stagnansi produksi susu segar di dalam negeri.

“Jikapun kita mau menambah impor susu dari Amerika itu mungkin bisa mengurangi defisit, tetapi tidak signifikan mengurangi neraca perdagangan. Di sisi lain, malah kita semakin membiarkan para peternak lokal kita produksi susu segarnya stagnan,” kata Eliza kepada Bisnis, Kamis (15/5/2025).

Menurut Eliza, dalam menghadapi situasi perang dagang, pemerintah Indonesia sebaiknya menyampaikan dalam negosiasi bahwa AS mencatat surplus perdagangan jasa yang signifikan, yakni sebesar US$1,49 miliar pada 2022. Eliza menuturkan surplus ini terutama berasal dari sektor jasa keuangan dan hak kekayaan intelektual.

“Kita jangan terperangkap narasi defisit perdagangan barang karena perdagangan jasa pun perlu diperhitungkan agar lebih fair,” terangnya.

Perihal susu, Eliza mengungkap total nilai impor susu bubuk Indonesia pada 2024 mencapai US$846 juta. Jika ditelisik, sebanyak 17% dari total nilai impor susu berasal dari AS dan mayoritas sebanyak 54% susu berasal dari Selandia Baru.

Eliza menilai, jika pemerintah ingin meningkatkan impor susu untuk mengurangi defisit neraca perdagangan, tetapi dari sisi permintaan domestik belum menunjukkan kenaikan signifikan karena banyaknya penduduk yang mengalami intoleransi laktosa, maka langkah yang bisa ditempuh adalah dengan mengurangi porsi impor susu bubuk dari negara lain.

“Perbandingan nilai impor susu Indonesia dibandingkan defisitnya dagang dengan AS pada 2024 yang sebesar US$17,9 miliar itu amat sangat jauh,” tuturnya.

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mengungkap pengusaha AS ingin memperluas produk susu dengan masuk ke pasar Indonesia untuk mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia dengan AS.

Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Komunikasi, dan Pemberdayaan Daerah Kadin Erwin Aksa mengatakan, pemerintah AS ingin sekali membuka pasar dan memperluas pasar agrikultur ke Indonesia, seperti daging sapi, gandum, kedelai, hingga susu.

“AS mau masuk ke pasar Indonesia karena pasar Indonesia besar, konsumsi [susu] per kapita kita baru 1 tetes per orang. Berarti 1 gelas per hari per orang berapa banyak susu yang dibutuhkan,” kata Erwin dalam konferensi pers Hasil Lawatan Ketua Umum Kadin Indonesia ke AS di Jakarta, Jumat (9/5/2025).

Namun, Erwin menyebut adanya sederet hambatan non-tarif seperti asesmen yang membutuhkan waktu 3 tahun dinilai terlalu lama dan menjadi perhatian bagi pengusaha dan pemerintahan AS.

Dia menjelaskan pemerintah akan mengimpor produk susu bubuk dari AS, sama seperti dari Australia dan Selandia Baru. Erwin menjelaskan impor susu dalam bentuk bubuk ini lebih efisien dan menghemat biaya produksi.

Erwin menjelaskan perluasan impor produk susu dari AS ini dilakukan untuk mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia—AS.

“Kami diharapkan bisa mengimpor susu lebih banyak dari mereka [AS], US$18 miliar agar terjadi balance of trade. Kita impor agrikultur mereka kalau tidak salah US$3 miliar, kita ekspor kelapa sawit kita ke AS sekitar US$9 miliar, dari sana terjadi defisit,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper