Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Deal AS-China soal Tarif Diprediksi Kurangi Tekanan ke Ekonomi RI

Meredanya perang tarif antara AS dan China diharapkan dapat membuat nilai tukar rupiah kembali stabil.
Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump. Foto Reuters
Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump. Foto Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Kepastian tingkat tarif di level yang wajar antar mitra perdagangan seperti Amerika Serikat dan China diproyeksikan dapat menghilangkan faktor ketidakpastian di pasar, dan yang lebih penting dapat mengurangi tekanan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia

Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Freddy Tedja menjelaskan redanya perang tarif diharapkan dapat membuat nilai tukar rupiah kembali stabil. Jika stabilitas Rupiah sudah tercapai, diharapkan Bank Indonesia dapat lebih leluasa melakukan pelonggaran moneter untuk menurunkan suku bunga, sesuai komunikasinya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, lanjutnya, percepatan eksekusi belanja pemerintah juga dapat menciptakan efek berantai pada aktivitas ekonomi. Terakhir, ekspektasi perlambatan ekonomi dunia diharapkan membuat fluktuasi harga minyak lebih terkendali dengan tren menurun. 

Hal ini dapat berdampak positif untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena berdasarkan postur anggaran, dampak penurunan harga minyak bagi penerimaan negara masih lebih kecil dibandingkan penghematan yang tercipta dari belanja subsidi Bahan Bakar Minyak atau BBM.

“Setidaknya ada lima potensi katalis yang sudah mulai terlihat dan semoga berjalan sesuai harapan yakni win-win tariff negotiation, stabilitas Rupiah, penurunan BI Rate, akselerasi belanja pemerintah, dan stabilitas harga minyak dunia. Kelima hal ini saling terkait dan berhubungan,” terangnya dalam analisisnya, Senin (12/5/2025).

Sejauh ini dia melihat pelemahan konsumsi masih terus membayangi ekonomi Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Maret 2025 merosot ke 121.1 dari sebelumnya 126.4, menunjukkan pesimisme terhadap prospek penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja di masa depan.

Tak hanya itu, penjualan ritel selama kuartal I/2025 hanya tumbuh 1% dibandingkan pertumbuhan 5,6% pada periode yang sama tahun 2024.

Yang terkini, rilis data pertumbuhan PDB kuartal pertama 2025 menunjukkan momentum ekonomi masih melemah, di mana perekonomian hanya tumbuh 4,87% secara tahunan, pertumbuhan terendah sejak kuartal III/2021 ketika Indonesia baru pulih dari pandemi.

Kondisi ini, sebutnya, cukup mengecewakan, terutama karena sudah banyak kebijakan dan stimulus yang digelontorkan di kuartal pertama untuk menopang konsumsi, seperti kenaikan UMR, kenaikan upah ASN, stimulus fiskal kompensasi kenaikan PPN yang tetap diberikan walaupun PPN batal naik, yang sayangnya belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan.

“Kita harus mencermati langkah-langkah dan kebijakan lanjutan yang diinisiasi pemerintah untuk menopang konsumsi.

Dia menjelaskan Kementerian Keuangan menyatakan proses realokasi dan peruntukan APBN sudah diselesaikan dan mulai kuartal kedua ini kita harapkan implementasi belanja pemerintah dapat dikebut untuk menopang aktivitas ekonomi ke depan.

Harapannya, komponen belanja pemerintah di kuartal-kuartal berikutnya tidak lagi terkontraksi seperti yang terjadi pada Kuartal I/2025 turun 0,08%, dibandingkan pertumbuhan 4,17% pada kuartal terakhir 2024 dan menciptakan efek berantai pada pertumbuhan ekonomi keseluruhan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper