Bisnis.com, JAKARTA — Pasar ketenagakerjaan Indonesia menunjukkan tren negatif satu tahun terakhir, yang ditandai dengan peningkatan jumlah pengangguran dan pekerja informal. Akibatnya, kepatuhan formal penyampaian laporan pajak alias kepatuhan pajak menurun.
Dalam rapat dengan Komisi XI DPR beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengungkapkan terjadi penurunan kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan tahunan (SPT tahunan) 2024 wajib pajak orang pribadi (WP OP).
Setiap tahunnya, SPT Tahunan dilaporkan paling lambat pada 31 Maret untuk WP OP dan 30 April untuk WP Badan.
Pada tahun lalu, realisasinya penyampaian SPT Tahunan 2023 mencapai 1.048.242 atau 1,04 juta untuk WP Badan (korporasi) dan 13.159.400 atau 13,15 juta untuk WP OP.
Sementara pada tahun ini, realisasi penyampaian SPT Tahunan 2024 sebesar 1.053.360 atau 1,05 juta untuk WP Badan dan 12.999.861 atau 12,99 juta untuk WP OP.
Artinya, ada penurunan penyampaian SPT Tahunan WP OP pada tahun ini sebesar 159.539 (-1,21%) dibandingkan tahun lalu. Padahal, penyampaian SPT Tahunan WP Badan pada tahun ini meningkat sebanyak 5.118 (+0,49%) dibandingkan tahun lalu.
Baca Juga
Jumlah Pelaporan Pajak
Jenis WP | 2024 | 2025 | Perubahan Jumlah | Perubahan Persentase |
---|---|---|---|---|
Badan | 1.048.242 | 1.053.360 | 5.111 | 0,49% |
OP | 13.159.400 | 12.999.861 | -159.539 | -1,21% |
Total | 14.207.642 | 14.053.221 | -154.421 | -1,09% |
Kepada parlemen, Suryo Utomo mengaku belum mau menduga alasan mengapa terjadi penurunan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan WP OP pada tahun ini. Dia meminta waktu untuk meninjau lebih lanjut.
"Coba kami melihat lagi ini, kira-kira penyebabnya apa SPT tidak atau belum disampaikan di tahun 2025 ini," kata Suryo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, Rabu (7/5/2025).
Kementerian Keuangan sendiri melaporkan bahwa penerimaan pajak mencapai Rp322,6 triliun selama Januari—Maret 2025. Realisasi tersebut menurun 18,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai Rp393,9 triliun.
Sementara itu, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan salah satu penyebab menurunnya tingkat kepatuhan formal adalah faktor tenaga kerja.
Menurutnya, berdasarkan data beberapa tahun terakhir, ada keterkaitan antara tingkat kepatuhan formal dengan kondisi pasar tenaga kerja.
"Secara administrasi mereka, pekerja yang terkena PHK, seharusnya menjadi WP dengan status non-efektif. Namun, hal tersebut biasanya tidak dilakukan sehingga tingkat kepatuhan formal menurun," ungkap Fajry kepada Bisnis, Senin (12/5/2025).
Pasar Tenaga Kerja Memburuk
Satu tahun terakhir, perkembangan kondisi pasar tenaga kerja Indonesia memang cenderung memburuk. Laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap ada 7,28 juta orang menganggur per Februari 2025 atau setara 4,76% dari total angkatan kerja sebanyak 153,05 juta orang.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan jumlah pengangguran tersebut meningkat apabila periode yang sama tahun lalu.
“Jumlah orang menganggur 7,28 juta orang. Dibanding Februari 2024, per Februari 2025 jumlah orang menganggur meningkat 83.000 orang yang naik 1,11%,” kata Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS, Senin (5/5/2025).
Sejalan dengan itu, proporsi penduduk yang bekerja pada kegiatan informal juga mengalami peningkatan: dari 59,17% pada Februari 2024 menjadi 59,4% pada Februari 2025.
BPS sendiri mengategorikan pekerja informal sebagai orang yang berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tidak dibayar. Sementara Pekerja formal merupakan orang yang berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan/pegawai.
Dari jumlah penduduk bekerja sebanyak 145,77 juta orang, BPS merincikan 37,08% termasuk buruh/karyawan/pegawai, 20,58% berusaha sendiri, 16,04% berusaha dibantu buruh tidak tetap, 13,83% pekerja keluarga/tak dibayar, 5,21% pekerja bebas di nonpertanian, 3,74% pekerja bebas di pertanian, dan 3,53% berusaha dibantu buruh tetap.