Bisnis.com, JAKARTA — Gerak pelaku usaha untuk melakukan ekspansi di sektor riil dalam jangka pendek diperkirakan masih terbatas, seiring dengan ketidakpastian ekonomi. Alhasil, para pelaku usaha akan lebih menahan diri alias wait and see, termasuk investor.
Adapun pada kuartal I/2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu mencapai 4,87% secara tahunan (year-on-year/yoy), alias melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya di level 5,11% yoy.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan iklim investasi global maupun nasional saat ini masih mengalami ketidakpastian yang tinggi bagi pelaku usaha.
Terlebih, kata dia, tingkat kepercayaan diri pelaku usaha untuk melakukan ekspansi kinerja juga tidak terlepas dari penilaian pelaku usaha dan investor terhadap iklim usaha atau investasi yang ada.
“Dalam 2–3 bulan ke depan, kami perkirakan ketidakpastian ini belum akan hilang sehingga sulit untuk mengharapkan adanya ekspansi usaha skala besar di sektor riil dalam jangka pendek,” kata Shinta kepada Bisnis, Senin (5/5/2025).
Selain itu, Shita menuturkan bahwa potensi terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi secara global, termasuk risiko resesi global semakin meningkat, turut menyebabkan tekanan eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca Juga
“Oleh karena itu, kecenderungan wait and see di sisi pelaku usaha dan investor relatif tinggi,” ungkapnya.
Kendati demikian, Apindo menyatakan pelaku usaha masih optimistis Indonesia bisa menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah berbagai gejolak ekonomi global.
Namun, menurut Shinta, untuk melakukan ekspansi skala besar dalam jangka pendek, berbagai penyebab ketidakpastian iklim usaha atau investasi harus dikurangi secara signifikan.
“Setidak-tidaknya ketidakpastian di sisi domestik, seperti kebijakan ekonomi di dalam negeri, harus bisa dikoreksi dalam waktu dekat,” ujarnya.
Shinta menambahkan, permintaan harus memperbaiki berbagai reformasi struktural iklim usaha untuk lebih menstimulasi dan menginsentifkan peningkatan kinerja usaha, investasi, ekspor, penciptaan lapangan kerja untuk menstimulasi pertumbuhan daya beli dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di kuartal II/2025.
“Karena itu, kami terus menerus mendorong pemerintah untuk merealisasikan simplifikasi regulasi dan birokrasi perizinan berusaha atau investasi, serta berbagai stimulus revitalisasi kinerja industri padat karya yang diagendakan sejak Sarasehan bulan lalu,” terangnya.
Sebab, Shinta menyebut tanpa adanya upaya reformasi dan stimulus, akan sulit bagi ekonomi nasional untuk kembali ke level pertumbuhan rata-rata di kuartal II/2025.