Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pengusaha angkat bicara terkait dengan wacana pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghapus alih daya (outsourcing).
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pemerintah perlu melakukan analisis mendalam ihwal rencana tersebut dan dikaji secara teknokratis.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam menyampaikan, perlu ada pihak ketiga, dalam hal ini akademisi, yang secara komprehensif melihat manfaat dan mudarat dari outsourcing.
“Pak Presiden juga kan sudah mencoba menyampaikan niat baik pemerintahan bahwa akan dikaji ya, tetapi kita juga harus lihat secara teknokratis dan ilmiah akan seperti apa,” kata Bob kepada Bisnis, Jumat (2/5/2025).
Dalam hal ini, kata Bob, Indonesia juga perlu melihat praktik-praktik outsourcing di negara-negara lain untuk mengetahui persoalan outsourcing di Indonesia, apakah dari sisi sistem atau praktiknya.
Dia mengatakan, jika ada praktik-praktik outsourcing yang dirasa kurang tepat, maka yang perlu diperbaiki adalah praktiknya, bukan melarang outsourcing.
Baca Juga
Di sisi lain, Bob khawatir dihapusnya sistem outsourcing akan memicu pemusatan perekonomian di satu tangan. Artinya, hanya akan ada satu pihak yang diuntungkan.
Kondisi ini tentu tidak akan menguntungkan perusahaan-perusahaan kecil. Padahal kata dia, pihaknya mengharapkan ada perusahaan-perusahaan kecil yang tumbuh dan berkembang, bukan hanya perusahaan besar.
“Jadi jangan sampai perusahaan, misalnya satu perusahaan mulai dari A sampai Z dikerjain dia semua. Jadi ada kesehatan nanti dia bikin rumah sakit sendiri, terus ada pengerjaan yang bukan bidangnya dikerjakan sendiri. Nanti profitnya masuk ke kantong perusahaan itu dong,” tutur Bob.
Senada, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Sarman Simanjorang juga meminta agar rencana penghapusan outsourcing dikaji secara komprehensif. Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang sangat bagus lantaran dalam waktu dekat akan dimulai pembahasan rancangan Undang-undang Ketenagakerjaan.
“Untuk itu masalah outsourcing ini kita harapkan juga menjadi salah satu materi yang harus dilakukan pembahasan yang sangat-sangat teliti,” kata Sarman kepada Bisnis, Jumat (2/5/2025).
Anggota Dewan Pengupahan Nasional itu menambahkan, perlu suatu diskusi mendalam sebelum menentukan apakah outsourcing perlu dihapus atau tidak.
Pasalnya jika dihapus, kata dia, ada sektor-sektor tertentu yang sangat dibutuhkan oleh dunia usaha dari pekerja-pekerja outsourcing. Di satu sisi, penghapusan outsourcing juga akan mengurangi kesempatan-kesempatan kerja yang sudah ada.
Menurutnya, jika yang dikhawatirkan pekerja dari sistem ini adalah upah murah, mudah di PHK, dan kekhawatiran lainnya, maka hal tersebut dapat diperjelas dan diberikan garansi dalam Undang-undang Ketenagakerjaan yang baru.
“Sehingga kita sangat berharap nantinya ada jalan keluar, ada jalan tengah yang bisa memberikan suatu kepastian bagi pekerja, kemudian juga bahwa tenaga outsourcing ini juga tenaga yang dibutuhkan di berbagai perusahaan khususnya di divisi-divisi tertentu dalam hal ini,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam sambutannya saat menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional 2025 (May Day 2025) di Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025), mengatakan akan membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional.
Nantinya, orang nomor satu di Indonesia itu akan meminta Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional untuk mencari jalan terbaik dalam menghapus sistem outsourcing secara bertahap.
Namun, penghapusan ini tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa lantaran harus tetap menjaga kepentingan para investor. Pasalnya, lanjut dia, jika para investor enggan menanamkan investasi di Tanah Air. Alhasil, tidak ada pabrik yang dibangun di Indonesia, yang bisa menyerap tenaga kerja.
“Kami juga harus realistis. Kita harus menjaga kepentingan investor. Kalau tidak ada investasi, tidak ada pabrik, dan tidak ada pekerjaan,” ujarnya.