Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Arah Suku Bunga The Fed di Tengah Kebijakan Tarif Trump dan Bayang-Bayang Resesi Global

Ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga The Fed pada 2025 melonjak seiring dengan kebijakan tarif Trump yang menimbulkan kekhawatiran resesi global.
Gedung kantor Federal Reserve (The Fed) di Washington, Amerika Serikat pada Rabu (26/1/2022). / Reuters-Joshua Roberts
Gedung kantor Federal Reserve (The Fed) di Washington, Amerika Serikat pada Rabu (26/1/2022). / Reuters-Joshua Roberts

Bisnis.com, JAKARTA – Ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga acuan Federal Reserve (The Fed) pada 2025 melonjak seiring dengan kebijakan tarif agresif yang diluncurkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang menimbulkan kecemasan akan bayang-bayang resesi global.

Kepanikan pasar tercermin dari lonjakan posisi pada skenario pemangkasan darurat. Mengutip laporan Bloomberg, Selasa (8/4/2025), kontrak swap suku bunga overnight kini mencerminkan ekspektasi penurunan sebesar 125 basis poin sepanjang tahun, setara dengan lima kali pelonggaran masing-masing 25 basis poin.

Padahal, hingga pekan lalu, pelaku pasar hanya memperkirakan tiga kali pemangkasan. Kini, probabilitas bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin sudah mendekati 40%, bahkan sebelum rapat resmi kebijakan yang dijadwalkan pada 7 Mei 2025.

Penyesuaian ekspektasi yang mendadak mencerminkan kepanikan kolektif pasar. Trump, yang tak menunjukkan sinyal akan melunak, tetap kukuh dengan kebijakan tarif perdagangannya. Trump mengatakan kepada wartawan pada Minggu malam untuk melupakan pasar sejenak.

Sebagai respons spontan, investor melepaskan aset berisiko dan berbondong-bondong berlari ke obligasi, memicu penurunan tajam pada imbal hasil obligasi. Yield obligasi Treasury AS tenor dua tahun, yang merupakan indikator paling sensitif terhadap perubahan suku bunga, merosot 22 basis poin ke level 3,43% pada Senin, mencatat total penurunan sekitar 50 basis poin sejak pengumuman tarif pada Rabu lalu.

Analis senior Pepperstone Michael Brown mengatakan tidak ada kabar baik dalam sentimen kali ini. Pasar semakin buruk, perubahan kebijakan baik dari Gedung Putih atau The Fed, adalah yang diinginkan pasar.

”Tapi keduanya tampaknya belum akan bergerak, dan itu artinya lebih banyak gejolak ekonomi,” tutur Brown seperti dikutip Bloomberg.

Gejolak serupa juga mengguncang Eropa. Obligasi Jerman melonjak, menyebabkan yield dua tahunnya merosot 20 basis poin dan hanya sedikit di atas 1,60%—terendah sejak Oktober 2022. Di sisi lain, mata uang safe haven seperti yen Jepang dan franc Swiss menguat tajam terhadap dolar.

Bayang-Bayang Resesi

JPMorgan Chase & Co. kini secara terbuka memproyeksikan bahwa perekonomian Amerika akan tergelincir ke dalam resesi tahun ini. Kepala ekonom Michael Feroli memperkirakan The Fed akan memulai pemangkasan pada bulan Juni, dan melanjutkannya di setiap pertemuan hingga awal tahun depan.

Sentimen serupa datang dari Goldman Sachs Group Inc. yang pekan lalu memperbarui proyeksinya: tiga kali pemotongan suku bunga kini menjadi skenario dasar, tak hanya untuk The Fed, tetapi juga bagi Bank Sentral Eropa.

Di tengah turbulensi ini, berbagai pemerintahan di seluruh dunia berebut kursi negosiasi dengan pejabat AS, berusaha meringankan beban tarif atas ekspor mereka. Namun pasar tetap gamang—tak ada jaminan bahwa kompromi akan tercapai dalam waktu dekat.

Pergeseran ini pun menyeret harapan pemangkasan suku bunga di Eropa. Untuk ECB dan Bank of England, swap pasar kini memproyeksikan setidaknya tiga kali pemangkasan, masing-masing sebesar 25 basis poin. Peluang pemotongan keempat pada akhir tahun diperkirakan sekitar 50%.

Namun di tengah gelombang tekanan, Ketua The Fed Jerome Powell masih menahan pedal gas. Dalam pidatonya baru-baru ini, ia menyampaikan kehati-hatian tinggi karena inflasi yang masih mengintai. Menurut Powell, lonjakan harga akibat tarif membuat langkah buru-buru justru berisiko.

Analis senior Brown Brothers Harriman Elias Haddad mengatakan pasar sebaiknya tidak berharap The Fed turun tangan dengan pemangkasan darurat.

“Ini adalah badai yang diciptakan oleh kebijakan. Tidak ada alasan bagi The Fed untuk menyelamatkan pasar dari gejolak yang mereka ciptakan sendiri,” tambahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper