Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Gelas Kaca Indonesia (APGI) mengaku keberatan dengan aturan pembatasan operasional angkutan barang yang akan diberlakukan selama 16 hari periode Lebaran 2025 atau 24 Maret - 8 April 2025. Hal ini dapat menurunkan omzet penjualan sebulan.
Terlebih, ada kabar bahwa pengusaha truk juga akan melakukan aksi menyetop seluruh operasionalnya sebagai bentuk protes larangan angkutan barang selama lebaran.
Ketua Umum APGI Henry T. Sutanto mengatakan jika dihitung dari potensi kehilangan omzet, maka setidaknya pendapatan selama sebulan turun 4%-10% tergantung skala produksi pabrik. Belum lagi, potensi beban dari biaya energi dan gudang untuk menyimpan stok barang yang tidak tersalurkan imbas pembatasan tersebut.
"Sebenarnya kalau dihitung per bulan, itu bisa hilang sekitar 10% [omzet], karena setengah dari energi kita kan harus buang itu," kata Henry saat ditemui Bisnis, dikutip Selasa (18/3/2025).
Dia menerangkan bahwa industri gelas kaca merupakan angkutan barang bulky atau barang dengan massa yang besar dan berat, serta kebutuhannya tidak dapat dihentikkan dalam waktu yang lama.
Kebutuhan bahan baku produksi gelas kaca seperti pasir kuarsa atau silika, soda abu dan lainnya dalam sehari bisa membutuhkan 200-1.000 ton per hari. Artinya, jika pembatasan dilakukan selama 16 hari maka pabrik akan kehilangan 16.000 ton bahan baku dan tidak dapat berproduksi.
Baca Juga
Apalagi, produk jadi gelas kaca yang tidak dapat didistribusikan imbas pembatasan angkutan selama 16 hari itu juga berpotensi menumpuk dan membutuhkan gudang yang lebih besar.
"Karena industri gelas itu tidak bisa berhenti, produksi harus jalan terus. Kita butuh temperatur yang cukup tinggi dan temperatur harus terjaga, sedangkan untuk manasin tungku dari titik 0-1.600 derajat itu butuh waktu 21 hari," tuturnya.
Bagi industri gelas kaca, tidak ada opsi untuk memberhentikan produksi dalam waktu lebih dari 16 hari. Pembatasan angkutan logistik ini dapat memengaruhi beban produksi serta kerugian penjualan.
Selama ini, pihaknya telah terbiasa dengan pengaturan 8-10 hari pembatasan angkutan selama lebaran. Kebijakan dalam kurun waktu tersebut telah diantisipasi dan masih dapat ditoleransi.
"Jadi akan sulit untuk kita setop dalam jangka panjang, kalau misalnya dalam toleransi H-4 dan H+4 lebaran itu managable baik dari bahan baku maupun pengeluaran barangnya," jelasnya.