Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) membeberkan sejumlah tantangan yang disebut menghambat pertumbuhan kinerja industri. Padahal, industri kaca memiliki potensi untuk tumbuh lantaran 85% bahan baku ada di Indonesia.
Ketua APGI Henry T Susanto mengatakan, industri kaca seharusnya berkembang pesat karena 74% bahan baku merupakan pasir silika yang berkualitas di Indonesia dan 11-12% batu kapur atau limestone. Sementara itu, 14-15% soda ash masih diimpor sebanyak 1 juta ton per tahun.
"The only problem-nya adalah di Indonesia, industrinya ada di hulu sama di hilir. Di tengah-tengahnya [intermediate/antara], itu banyak yang kosong. Kita butuh warna, cobalt oxide, selenium oxide nggak ada, nggak ada yang bikin itu," kata Henry dikutip Jumat (31/5/2024).
Padahal, menurut Henry, kualitas pasir silika di Indonesia sangat mumpuni. Namun, karena industri intermediate atau antaranya tidak ada di Indonesia, maka selama ini meterial tersebut diekspor mentah-mentah untuk diolah menjadi barang setengah jadi.
Setelah itu, Indonesia mengimpor barang setengah jadi tersebut untuk diolah menjadi barang jadi di hilir. Sayangnya, produk setengah jadi dari luar banyak terkontaminasi dengan karbon, besi sehingga menghasilkan kualitas yang tidak sesuai.
"Kenapa tidak ada di Indonesia? Karena memang investasinya besar juga, dan teknologinya juga cukup rumit. Sebetulnya kita punya benefit karena raw material-nya 85% tuh ada di lokal," tuturnya.
Baca Juga
Menurut Henry, mulai berdirinya industri tengah akan membantu perkembangan industri hilir kaca di Indonesia. Dia berharap Indonesia tak lagi mengekspor bahan mentah, melainkan produk akhir yang berkualitas.
Untuk mendorong investasi di industri intermediate, maka diperlukan iklim usaha yang baik. Salah satu pendorong yang menarik bagi investor, yaitu harga gas murah untuk industri kaca melalui program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$6 per MMbtu.
"Karena energi salah satu faktor yang memakan biaya tinggi di keseluruhan biaya produksi pabrik gelas. Kurang lebih 25-30%," imbuhnya.
Adapun, kinerja industri gelas kaca mengalami pertumbuhan meskipun cenderung melambat. Dalam catatan APGI, produksi gelas kaca turun menjadi 648.894 ton per tahun pada 2023, turun dari sebelumnya 606.569 ton per tahun pada 2022.
Sementara itu, utilitas produksi industri gelas kaca berada di level 76% pada 2023 atau naik dari tahun sebelumnya 75%. Dari sisi penjualan, APGI mencatat penurunan penjualan dari sebelumnya Rp4,64 miliar pada 2022 menjadi Rp4,44 miliar pada 2023.
"Kami berharap kebijaksanaan harga gas dengan HGBT tetap dipertahankan dan diperluas agar industri dalam negeri secara umum dan industri gelas secara khusus dapat tumbuh dan berkembang," pungkasnya.