Bisnis.com, JAKARTA — Organization for Economic Cooperation and Development alias OECD menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini menjadi 4,9%.
Sebelumnya dalam publikasi OECD Economic Outlook Desember 2024, organisasi ekonomi yang berisi banyak negara maju itu memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2% pada 2025.
Kendati demikian dalam publikasi terbaru bertajuk OECD Economic Outlook Interim Report Maret 2025, OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,9% pada 2025. Artinya, OECD menurunkan 0,3% proyeksinya.
"Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang G20 secara umum diproyeksikan melambat," tulis OECD dalam publikasinya, dikutip Selasa (18/3/2025).
Kendati demikian, OECD menyatakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak akan melambat secara signifikan karena didukung oleh potensi pertumbuhan ekspor akibat efek ekskalasi perang dagang yang terjadi belakangan.
Selain itu, OECD memprakirakan tingkat suku bunga acuan Indonesia alias BI Rate akan tetap stabil untuk menjaga inflasi tetap rendah dan menghindari arus keluar modal akibat kebijakan suku bunga tinggi di Amerika Serikat.
Baca Juga
Dalam proyeksi terbarunya, OECD menyatakan inflasi Indonesia akan berada di angka 1,8% pada 2025. Angka tersebut lebih rendah 0,3% daripada proyeksi OECD pada Desember 2024.
Sebagai perbandingan, pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,2% pada 2025.
Sementara itu secara umum, OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari 3,2% pada 2024 menjadi 3,1% pada 2025 dan 3,0% pada 2026. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 3,3% untuk 2025 dan 2026.
"[Disebabkan] hambatan perdagangan yang lebih tinggi di beberapa ekonomi G20, meningkatnya ketidakpastian geopolitik, dan kebijakan yang membebani investasi serta pengeluaran rumah tangga," ujar OECD.
OECD memperingatkan bahwa kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump akan memperlambat pertumbuhan ekonomi global serta meningkatkan inflasi.
Kebijakan tarif ini akan memberikan beban langsung yang besar bagi rumah tangga AS, dengan risiko perlambatan ekonomi yang lebih besar dibandingkan pendapatan tambahan dari pajak impor.
Untuk AS, pertumbuhan ekonomi diperkirakan turun dari 2,4% menjadi 2,2% tahun ini, dan akan semakin melemah menjadi 1,6% pada 2026.
Dampak lebih besar akan dirasakan Meksiko, yang diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi sebesar 1,3% tahun ini dan 0,6% tahun depan, dibandingkan proyeksi sebelumnya yang masih menunjukkan pertumbuhan positif.
Sementara itu, Kanada diprediksi mengalami perlambatan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi hanya 0,7% pada 2025 dan 2026, jauh di bawah proyeksi awal sebesar 2%.