Bisnis.com, JAKARTA – Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) memastikan tetap melanjutkan tuntutan status ojek online, taksi online, dan kurir sebagai pekerja. Tuntutan ini terus disuarakan agar nantinya para pekerja ini bisa mendapat tunjangan hari raya (THR) secara penuh.
Ketua SPAI Lily Pujiati mengatakan, tuntutan tersebut terus disuarakan mengingat pengemudi transportasi online dan kurir masuk dalam hubungan kerja.
“Kami tetap melanjutkan tuntutan status sebagai pekerja tetap karena kami masuk dalam hubungan kerja,” kata Lily dalam keterangannya, Rabu (12/3/2025).
Dia mengharapkan, dengan adanya aturan yang mengatur soal status para pengemudi online dan kurir, para pekerja ini bisa mendapatkan THR secara penuh, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sebelumnya telah memberikan sinyal mengenai status pengemudi ojol yang lebih dikenal sebagai mitra, kini 90% dianggap sebagai pekerja.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan, hal tersebut didukung oleh tim dan pakar dari sejumlah Universitas yang digunakan Kemnaker agar lebih percaya diri dalam menyebut ojol sebagai pekerja.
Baca Juga
Pertama, karena adanya karakteristik atasan dan bawahan lantaran pengusaha platform digital mewajibkan ojol, taksi online, dan kurir online dipotong pendapatannya.
“...sehingga mereka posisinya di bawah dari pengusaha,” kata Indah dalam rapat pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (18/2/2025).
Kemudian, dari hasil kajian Kemenaker, sudah ada enam negara yang menetapkan ojol, taksi online, dan kurir online sebagai pekerja, alih-alih menjadi mitra. Status tersebut bahkan telah diatur dalam UU negara tersebut, seperti di Singapura, Uni Eropa, Kanada, Spanyol, Inggris, dan Belanda.
Bahkan, kata Indah, Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) mulai tahun ini hingga 2027 telah memasukan pembahasan gig workers dalam agenda persidangan.
“Secara hukum dan kepatuhan standar-standar internasional, sepertinya kita sudah harus menyebut mereka sebagai pekerja,” imbuhnya.
Mengenai status tersebut, Indah menyebut bahwa pihaknya terus berkomunikasi dengan aplikator untuk dapat memahami hal ini.
Selain itu, dia juga memohon dukungan Komisi IX DPR RI agar rancangan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) mengenai pelindungan pekerja platform digital untuk proses harmonisasi.
“Kami mohon dukungan dari Komisi IX untuk proses harmonisasinya,” pungkasnya.