Bisnis.com, JAKARTA - Produsen pesawat asal Amerika Serikat Boeing memprediksi membukukan kerugian sebesar US$4 miliar atau setara Rp64,48 triliun (kurs jisdor Rp16.120) pada kuartal IV/2024 karena krisis produksi dan mogoknya karyawan.
Mengutip Reuters, Jumat (24/1/2025), prediksi kerugian Boeing yang sebesar US$5,46 per saham atau US$4 miliar tersebut lebih besar daripada proyeksi analis yang sebesar US$1,84 per saham. Sejalan, pendapatan kuartalan diproyeksikan sebesar US$15,2 miliar atau jauh di bawah ekspektasi sebesar US$16,27 miliar.
Boeing telah merugi miliaran dolar sejak 2019 setelah insiden pada pesawat produksinya 737 MAX yang menyebabkan isu kualitas produksi dan keselamatan pesawat Boeing mencuat. Kemudian, Boeing semakin tertekan dengan adanya pandemi Covid-19.
Selama 9 bulan 2024, Boeing bahkan menderita kerugian hampir US$8 miliar. Pembengkakan tersebut dipicu oleh pemogokan 33.000 pekerja sehingga produksi pesawat 737 MAX, 777 dan 767 berhenti.
CEO Boeing Kelly Ortberg mengharapkan pendapatan kuartal IV sebesar $4,8 miliar dan kerugian margin operasi sebesar 43,9%.
Margin tersebut termasuk biaya pendapatan pra-pajak sekitar $900 juta pada program 777X-nya, yang menurut perusahaan itu disebabkan oleh biaya tenaga kerja yang lebih tinggi dari kontrak baru yang menyelesaikan pemogokan.
Baca Juga
“Boeing menegaskan kembali rencananya untuk mengirimkan 777-9 pertama pada tahun 2026, beberapa tahun lebih lambat dari yang diantisipasi saat meluncurkan pesawat baru itu pada tahun 2013,” kata Kelly, dikutip Jumat (24/1/2025).
Sementara itu, Boeing diperkirakan hanya dapat memproduksi 340 pesawat sepanjang 2024 akibat sejumlah faktor salah satunya mogok kerja yang dilakukan karyawan selama 7 minggu.
Mengutip The Guardian, 2024 merupakan tahun menantang bagi Boeing. Masalah teknis seperti insiden terlepasnya panel pintu akibat kesalahan perbaikan dan kecelakaan tragis Boeing 737-800 di Korea juga memperburuk citra maskapai.
Pengiriman Boeing 2024 menjadi turun drastis dibandingkan dengan 2023 yang sebesar 528 pesawat. Angka ini bahkan jauh dari rekor tahunan 806 pesawat yang tercapai pada 2018, sebelum krisis 737 Max dan pandemi Covid-19.