Bisnis.com, JAKARTA - Ombudsman RI bakal kembali melakukan kunjungan langsung ke lokasi berdirinya pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten pada pekan depan.
Anggota Ombudsman Yeka Fatika Hendra menyampaikan, pihaknya hingga saat ini masih menginvestigasi siapa pemilik pagar laut dan untuk apa pagar laut itu dibangun.
“Masih investigasi. Rabu (15/1/2025) saya mau sidak lagi ke sana,” kata Yeka kepada Bisnis, Kamis (9/1/2025).
Rencana kunjungan ini bukanlah kali pertama. Pada Desember 2024, Yeka telah melakukan kunjungan langsung ke lokasi, usai nelayan yang ada di Kecamatan Kronjo, Tangerang mengeluh kesulitan untuk menangkap ikan imbas adanya pemagaran laut tersebut.
Dalam tinjauannya, Yeka menemukan indikasi pemagaran laut yang berdampak besar pada akses masyarakat pesisir. Pagar bambu berlapis-lapis terlihat membatasi pergerakan kapal nelayan, sedangkan penimbunan tambak dan aliran sungai memperparah situasi. Padahal, Yeka menilai bahwa wilayah tersebut bukanlah kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Saya ragu kalau aparat penegak hukum (APH) tidak tahu hal ini. Pagar bambu berlapis-lapis ini harus segera dicabut, demi pelayanan terhadap nelayan,” ujarnya.
Baca Juga
Kronologi Temuan Pagar Laut
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Banten, didapatkan ada pemagaran yang terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang yang disinyalir sepanjang 30,16 km.
Panjang 30,16 km itu meliputi 16 kecamatan dengan perincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan juga diberi pemberat berupa karung berisi pasir.
“Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri,” katanya.
Adapun, pihaknya pertama kali mendapat informasi mengenai keberadaan pagar laut ini pada 14 Agustus 2024. Eli mengungkap, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024. Dari kunjungan ke lapangan ada aktivitas pemagaran laut saat itu masih di sepanjang kurang lebih 7 km.
Kemudian pada 4-5 September 2024, pemprov Banten bersama dengan Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) kembali datang ke lokasi untuk bertemu dan berdiskusi.
Eli Susiyanti menuturkan, pada 5 September 2024, pihaknya membagi dua tim. Pertama langsung terjun ke lokasi, sedangkan satu tim lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa di daerah itu.
Kala itu, informasi yang didapatkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun dari desa terkait pemagaran laut di daerah itu. Saat itu pula belum ada keluhan dari masyarakat terkait pemagaran tersebut.
Selanjutnya, Eli mengaku bahwa pada 18 September 2024, pihaknya kembali melakukan patroli dengan melibatkan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Saat itu, DKP Banten meminta aktivitas pemagaran dihentikan.
“Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km. Terakhir malah sudah 30 km,” tuturnya.