Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan ekspor produk turunan nikel telah menyentuh US$40 miliar atau setara Rp637,63 triliun (asumsi kurs Rp15.940 per dolar AS) per Desember 2024 ini.
Menurut Bahlil, angka itu naik drastis dibanding sebelum kebijakan hilirisasi nikel pada 2020 lalu. Berdasarkan catatannya, nilai ekspor produk nikel hanya senilai US$11,9 miliar atau sekitar Rp189,69 triliun pada 2020.
Bahlil juga menyebut realisasi ekspor produk turunan nikel pada akhir 2024 ini telah melampaui capaian pada 2023. Tercatat ekspor produk nikel pada tahun lalu hanya senilai US$34,4 miliar atau sekitar Rp548,3 triliun.
"Dan di 2024, saya sudah minta datanya dari Kementerian Perdagangan, [ekspor produk turunan nikel] hampir mendekati sekitar US$38 miliar hingga US$40 miliar dan ini luar biasa sekali," ucap Bahlil dalam acara Indonesia Mining Summit 2024 di Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Bahlil pun memamerkan bahwa Indonesia menguasai 45% cadangan nikel dunia. Karena hal tersebut, dia menilai banyak pihak global yang ingin RI untuk melonggarkan aturan pelarangan ekspor bijih nikel.
Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menuturkan bahwa Badan Geologi Amerika Serikat mencatat Indonesia memiliki 25% cadangan nikel dunia pada 2023. Namun, pada 2024 cadangan nikel RI meningkat.
Baca Juga
"Data terbaru menunjukkan bahwa 40%-45% total cadangan nikel dunia ada di Indonesia. Ini menjadikan kita sebagai salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia," jelas Bahlil.
Dengan cadangan nikel sebesar itu, Bahlil optimistis RI bisa menguasai pasar mobil listrik (electric vehicle/EV) dunia. Pasalnya, nikel merupakan sumber daya mineral yang sangat penting untuk ekosistem EV.
Dia memerinci komponen mobil listrik 40% adalah baterai. Adapun, komponen baterai terdiri atas mangan, kobalt, litium, dan nikel.
"Dari empat [mineral] itu 80% nikel. Nah, kita punya, di Indonesia punya tiga cadangan, nikel, mangan, kobalt," ucap Bahlil.