Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut minimnya instrumen trade measures atau kebijakan perdagangan internasional membuat Indonesia menjadi sasaran gempuran produk impor legal maupun ilegal. Kondisi ini yang menjadi salah satu penyebab manufaktur terkontraksi.
Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia masih berada di zona kontraksi November 2024, yaitu sebesar 49,6. Tren lesunya kinerja manufaktur ini terjadi sejak Juli 2024.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, gempuran produk jadi impor, baik legal maupun ilegal, menekan daya saing produk industri lokal. Terlebih, terdapat kebijakan relaksasi impor yang membuka pintu bagi produk impor ke pasar Indonesia.
"Bahkan, regulasi yang ada saat ini malah mempersulit ruang gerak industri untuk meningkatkan utilisasi produksinya," kata Febri, Senin (2/12/2024).
Dia juga menyoroti perbandingan instrumen trade measures yang dimiliki Indonesia dengan negara lain menunjukkan bahwa betapa telanjangnya pasar domestik Indonesia.
Adapun, trade measures adalah instrumen kebijakan yang diberlakukan oleh negara-negara World Trade Organization (WTO) untuk menghambat masuknya produk impor ke pasar domestik mereka.
Baca Juga
"Indonesia memiliki 207 jenis instrumen ini untuk menahan laju impor masuk ke pasar domestik, sementara anggota WTO lain seperti RRT dan Amerika berturut-turut memiliki 1.569 dan 4.597 jenis instrumen trade measures," tuturnya
Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asean, instrumen trade measures Indonesia jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Thailand, Philipina, dan Singapura yang memiliki instrumen trade measures masing-masing sebesar 661, 562, dan 216.
Febri menuturkan, pihaknya terus mendorong pemberlakuan instrumen pengamanan terhadap industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan produk impor yang sejalan dengan aturan WTO berupa trade remedies, di antaranya adalah bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dan bea masuk anti-dumping (BMAD).
Instrumen tersebut dapat menjaga permintaan untuk produk-produk industri lokal yang merupakan kunci dari peningkatan kinerja. Hal ini selaras dengan laporan dari S&P Global bahwa tidak adanya peningkatan penjualan maka akan tetap tertekan dalam waktu mendatang.
Febri menuturkan, permintaan dan peningkatan penjualan harus dikawal dan dijaga, agar dalam kondisi pasar yang sedang lemah, industri dalam negeri bisa dipastikan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
"Kurangi masuknya barang legal yang murah dan terus perangi masuknya barang ilegal," pungkasnya.