Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengungkap dampak dari usulan perubahan formula penetapan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025, salah satunya relokasi industri padat karya ke wilayah dengan UMP terendah.
Hal ini seiring dengan penetapan kenaikan upah minimum 2025 yang masih dikaji kebijakannya oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang melibatkan dewan pengupahan, lembaga kerja sama tripartit dan kementerian/lembaga terkait.
Ketua Umum Aprisindo Eddy Widjanarko mengatakan usulan perubahan formula pengupahan termasuk dalam penambahan upah sektoral akan berdampak negatif terhadap beban dunia usaha yang memicu tekanan sektor padat karya.
"Bahkan pada kondisi yang lebih ekstrim, kehilangan daya saing pada sektor padat karya akan berdampak pada kehilangan pekerjaan bagi angkatan kerja yang saat ini sedang bekerja," kata Eddy, dikutip Kamis (21/11/2024).
Eddy menerangkan penambahan beban bagi dunia usaha apalagi ketika pasar sedang mengalami kontraksi sehingga berdampak pada daya tahan dan daya saing industri berorientasi lokal maupun ekspor.
"Selain itu, dengan perubahan formula upah justru akan semakin mempercepat arus relokasi perusahaan-perusahaan padat karya dari daerah dengan UMK tinggi ke daerah dengan UMK yang lebih rendah," tuturnya.
Baca Juga
Terlebih, apabila daya saing industri nasional turun maka investor akan memandang negatif sehingga potensi relokasi dapat terjadi hingga keluar dari Indonesia dan pindah ke negara pesaing lndonesia yang lebih kompetitif.
Padahal, dia telah menargetkan untuk peningkatan ekspor alas kaki bisa tumbuh 100% sehingga dapat memicu kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi 8%. Selama pemerintahan Jokowi, industri alas kaki berkontribusi terhadap devisa mencapai 64,50%.
Untuk mendorong peningkatan kinerja sektor padat karya, dia meminta tidak ada lagi perubahan kebijakan ketenagakerjaan, termasuk dengan pengupahan.
Upah minimum saat ini disebut telah mengakomodasi kehidupan layak bagi pekerja di bawah satu tahun kerja. Sementara, pekerja di atas satu tahun berlaku ketentuan struktur upah secara proporsional.
"Jangan sampai nanti baik Perusahaan maupun pekerja justru menjadi korban dari kebijakanpengupahan yang tidak berpihak pada sektor padat karya. Boro-boro bisa mengejar pertumbuhan ekonomi 8% malah kita akan rugi double akibat kehilangan investasi dan kehilangan kelas menengah secara bersamaan," pungkasnya.