Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melaporkan total tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada tahun ini mencapai 59.796 orang per 28 Oktober 2024. Korban PHK terbanyak terjadi di Daerah Khusus Jakarta.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan, pihaknya hingga saat ini masih berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan Jakarta untuk mengkaji penyebab tingginya angka PHK di provinsi tersebut.
“Per 28 Oktober, 59.796 orang [yang di PHK]. [Tertinggi] di Jakarta, bergeser [dari sebelumnya Jawa Tengah],” ungkap Indah saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (30/10/2024).
Secara terperinci, total pekerja di Jakarta yang dirumahkan mencapai 14.501 orang, diikuti Jawa Tengah 11.252 orang, dan Banten sebanyak 10.524 orang.
Menurut sektornya, Indah menyebut bahwa kasus PHK mayoritas berasal dari sektor industri pengolahan, aktivitas jasa, dan perdagangan eceran. Kendati begitu, dia tidak menjabarkan lebih jauh mengenai total tenaga kerja yang mengalami PHK di ketiga sektor tersebut.
Di sisi lain, Indah belum dapat memastikan apakah total tenaga kerja yang ter-PHK tahun ini akan mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, dia mengharapkan agar jumlah tenaga kerja yang di PHK tidak naik signifikan.
Baca Juga
“Mudah-mudahan naiknya dikit, saya belum bisa memperkirakan karena tiap hari bergerak datanya,” ungkapnya.
Sementara itu, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) sebelumnya memperkirakan jumlah pekerja yang di PHK kembali bertambah sebanyak 30.000 hingga akhir 2024.
Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana menyampaikan, sejak awal 2024 hingga saat ini, sekitar 46.000 pekerja di industri ini di PHK. Dengan demikian, sebanyak 70.000 pekerja di industri tekstil dan garmen dirumahkan sepanjang 2024.
“Akhir Desember ini akan merangkak menjadi 70.000-an, dan this is quite challenging,” ungkap Danang saat ditemui di Wisma Bisnis Indonesia, Rabu (16/10/2024).
Dia mengungkap, badai PHK yang tengah melanda industri tekstil dan garmen dipicu oleh banjir barang impor akibat lemahnya penegakan hukum, dalam hal ini Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Pemerintah dalam melakukan penegakan hukum dinilai setengah hati. Oleh karena itu, Danang tidak heran jika dalam 5 tahun mendatang industri pengolahan Tanah Air kian terpuruk apabila tidak ada penanganan serius dari pemerintah.
“...karena tidak berhasil membendung [impor barang jadi]. Regulasi-regulasi yang sebelumnya liar membuka importasi secara bebas di produk hilir, di produk finish product,” ujarnya.