Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat pertanian menilai bahwa program makan bergizi gratis (MBG) yang diusung Presiden Prabowo Subianto bisa mendorong jumlah petani ke depan, termasuk petani milenial. Permintaan terhadap petani dibutuhkan untuk meningkatkan produksi
Pengamat dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Eliza Mardian memandang, jika pemerintah melalui program MBG mampu memberi kepastian dari sisi pasar dan harga, salah satunya melalui skema pertanian kontrak atau contract farming, maka akan mendorong petani untuk berekspansi menanam padi.
“Jika ada skema semacam contract farming, anak muda akan tertarik menjadi petani milenial, sehingga bisa menambah jumlah petani muda di indonesia,” kata Eliza kepada Bisnis, Senin (28/10/2024).
Maka dari itu, menurut Eliza, pemerintah perlu membangun backward linkage langsung dengan kelompok tani, sehingga bisa menampung hasil panen.
Backward linkage atau keterkaitan ke belakang merupakan sebuah konsep dalam ekonomi untuk menunjukkan sejauh mana suatu sektor produksi bergantung pada sektor lain untuk mendapatkan input atau bahan baku yang dibutuhkan dalam proses produksinya.
Dalam hal ini, peningkatan hasil panen sangat bergantung dengan ketersediaan petani.
Baca Juga
Mengacu Hasil Pencacahan Sensus Pertanian 2023 Tahap I, jumlah usaha pertanian perorangan (UTP) mencapai 29,34 juta unit atau turun 7,45% dari tahun 2013 yang sebanyak 31,7 juta unit. Sedangkan, jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) sebanyak 28,42 juta rumah tangga, atau naik 8,74% dari tahun 2013 yang sebanyak 26,13 juta rumah tangga.
Adapun sejalan dengan adanya program MBG, Eliza menilai pemerintah harus meningkatkan produktivitas (intensifikasi) atau perluasan lahan (ekstensifikasi). Hanya saja, perluasan tanah ini harus mengorbankan keberadaan hutan.
Jika ditanam di lahan rawa, lanjut dia, maka rata-rata produktivitasnya relatif rendah dari lahan sawah biasa, sehingga perlu lebih luas lagi areal pertanaman dengan biaya yang relatif besar.
Sayangnya, Eliza mengungkap bahwa kondisi yang terjadi di lapangan adalah mayoritas kualitas sawah makin menurun akibat dampak pembangunan konversi sawah. Di mana, pembangunan konversi sawah ini merusak jaringan irigasi secara sistemik, mencemari areal sawah, peningkatan hama dan penyakit, dan kurangnya penerapan praktek pertanian berkelanjutan.
Di sisi lain, Eliza juga menyoroti jika terjadi penambahan jumlah petani di tengah kondisi penurunan luasan lahan. Menurutnya, kondisi ini akan berujung menjadi permasalahan.
“Karena makin rendah lagi produktivitas sektor pertanian, makin banyak orang yang menggarap lahan sempit ini akan makin tidak efisien dan produktif,” jelasnya.
Eliza menyebut bahwa hal yang perlu diprioritaskan pemerintah adalah meningkatkan produktivitas dan menaikkan indeks pertanaman.
Untuk peningkatan produktivitas, misalnya, bisa dilakukan dengan penggunaan varietas benih unggul yang tinggi produktivitas, hingga tahan hama penyakit dan tahan terhadap dampak perubahan iklim. Sedangkan untuk indeks pertanaman, kata dia, bisa dilakukan dengan membangun dan merevitalisasi irigasi.
Menurutnya, jika pemerintah bisa mendorong penerapan inovasi dan teknologi secara masif oleh petani di berbagai daerah. “Maka kita bisa meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, termasuk program MBG sekalipun tanpa perlu mengorbankan lahan hutan yang tersisa,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, adik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo menyebut program makan bergizi gratis (MBG) merupakan salah satu langkah strategis pemerintah untuk mengerek ekonomi Indonesia.
“Ini program [MBG] sebenarnya investasi. Investasi dalam SDM kita. SDM kita, sumber daya manusia kita adalah anak-anak kita, ibu-ibu kita,” terang Hashim.
Dia menjelaskan bahwa program MBG yang ditargetkan Prabowo diperuntukkan kepada 78 juta anak, mulai dari anak sekolah dan anak pra sekolah, dan anak-anak yang belum lahir atau ibu hamil.