Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengungkapkan fokus utama guna mendukung ambisi kedaulatan energi Presiden Prabowo Subianto.
Yuliot mengatakan, saat ini terdapat dua fokus utama Kementerian ESDM untuk menjaga ketahanan energi nasional. Pertama, meningkatkan lifting minyak.
"Jadi, lifting saat ini sekitar 600.000 (barel per hari/bopd). Bagaimana kita meningkatkan sesuai dengan target yang ada," kata Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (23/10/2024) malam.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, lifting migas RI terus menurun setiap tahunnya. Tercatat, lifting minyak Indonesia pada 1997 mencapai 1,52 juta bopd. Angka itu anjlok menjadi 606.000 bopd pada 2023.
Sementara itu, kebutuhan minyak Indonesia mencapai 1,6 juta bopd. Karena itu, RI masih harus mengimpor sekitar 1 juta bopd.
Yuliot pun meminta anak buahnya untuk memutar otak agar lifting minyak bisa meningkat. Apalagi, Indonesia memiliki target produksi 1 juta bopd pada 2030.
Baca Juga
"Sehingga ketahanan energi kita juga bisa tercapai untuk peningkatan lifting tadi," katanya.
Sementara fokus kedua yakni melakukan konversi energi dari fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT). Dia mencontohkan, konversi itu dengan mendorong ekosistem kendaraan listrik.
Dia berpendapat, jika masyarakat bermigrasi menuju kendaraan listrik, maka konsumsi BBM pun akan turun. Kendati, Yuliot mengaku masih menghitung detail terkait potensi pengurangan konsumsi BBM tersebut.
"Jadi, kita akan melihat target bagi penggunaan kendaraan listrik beberapa tahun ke depan justru bagaimana pengaruhnya terhadap penggunaan konsumsi BBM di dalam negeri," tutur Yuliot.
swasembada energi menjadi salah satu agenda besar yang dibidik oleh Prabowo pada masa pemerintahannya 5 tahun ke depan. Ambisi itu ditegaskan lagi dalam pidato perdananya usai dilantik sebagai kepala negara dan pemerintahan pada Minggu (20/10/2024) lalu.
Prabowo menekankan perlunya swasembada energi guna menghadapi kemungkinan terburuk bila terjadi krisis di tengah konflik geopolitik yang memanas. Bila tak mampu swasembada energi, Indonesia yang saat ini masih bergantung pada impor minyak dan LPG bisa kewalahan ketika sewaktu-waktu negara lain membatasi akses pasokan energinya.
“Kita juga harus swasembada energi. Dalam keadaan ketegangan dalam keadaan kemungkinan terjadi perang di mana-mana, kita harus siap dengan kemungkinan yang paling jelek,” kata Prabowo.