Bisnis.com, JAKARTA - Swasembada energi menjadi salah satu agenda besar yang dibidik oleh Presiden Prabowo Subianto pada masa pemerintahannya 5 tahun ke depan.
Ambisi itu ia tegaskan lagi dalam pidato perdananya usai dilantik sebagai kepala negara dan pemerintahan pada Minggu (20/10/2024).
Prabowo menegaskan perlunya swasembada energi guna menghadapi kemungkinan terburuk bila terjadi krisis di tengah konflik geopolitik yang memanas. Bila tak mampu swasembada energi, Indonesia yang saat ini masih bergantung pada impor minyak dan LPG bisa kewalahan ketika sewaktu-waktu negara lain membatasi akses pasokan energinya.
“Kita juga harus swasembada energi. Dalam keadaan ketegangan dalam keadaan kemungkinan terjadi perang di mana-mana, kita harus siap dengan kemungkinan yang paling jelek,” kata Prabowo dalam pidatonya.
Dia optimistis, Indonesia mampu mencapai swasembada energi. Pasalnya, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang dapat dijadikan sumber-sumber energi alternatif. Contohnya, kelapa sawit dapat diolah menjadi solar atau biodiesel. Kemudian, singkong, tebu, sagu, jagung dan lainnya dapat diolah menjadi bensin atau bioetanol.
Selain berbasis tanaman, Prabowo juga juga munuturkan, Indonesia memiliki sumber energi lain, seperti air, panas bumi, dan batu bara yang sangat melimpah.
Baca Juga
“Pemerintah yang saya pimpin nanti akan fokus untuk mencapai swasembada energi,” tegas Prabowo.
Dalam berbagai kesempatan, Prabowo berulang kali menyampaikan, dirinya akan menggenjot pengembangan biodiesel untuk mewujudkan swasembada energi.
Dalam visi-misinya saat bertarung dikontestasi Pemilihan Presiden 2024, Prabowo menargetkan program biodiesel B50 atau bauran Solar dengan 50% minyak sawit bisa tercapai pada 2029. Bahkan, dia juga berambisi untuk mewujudkan bahan bakar ramah lingkungan B100.
“Untuk energi, Indonesia berpeluang bisa menjadi raja energi hijau dunia melalui pengembangan produk biodiesel dan bioavtur dari sawit, bioethanol dari tebu dan singkong,” tulis Prabowo-Gibran dalam lembar visi misi mereka.
Selain itu, Prabowo-Gibran juga optimistis untuk meningkatkan bauran bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin dengan bioetanol 10 persen atau E10 pada 2029 mendatang.
“Sangat optimis program biodiesel B50 dan campuran ethanol E10 akan dapat tercapai,” kata mereka.
Saat ini, pengembangan biodiesel di Indonesia baru mencapai 35% atau B35 dan tengah menuju penerapan B40 pada 2025.
Sementara itu, implementasi pengembangan bioetanol sebagai alternatif bensin masih cukup lambat, yakni baru mencapai kadar 5% atau E5. Padahal, bila mengacu peta jalan pengembangan bioetanol di Indonesia, penerapan E5 seharusnya sudah terjadi sejak 2020.
Implementasi bioetanol memang menghadapi sejumlah tantangan. Beberapa di antaranya terkait masalah keterbatasan feedstock dan variasi bahan baku untuk memproduksi bioetanol, tinggi dan fluktuatifnya harga bahan baku, hingga tidak adanya mekanisme insentif untuk menutupi selisih harga indeks pasar (HIP) bioetanol dengan HIP bensin.
Reformasi Subsidi
Selain terkait swasembada energi, Prabowo juga memberi sinyal akan mengganti skema subsidi yang selama ini menyasar ke barang atau komoditas menjadi bantuan langsung tunai.