Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto menargetkan Indonesia mampu mencapai swasembada energi di bawah kepemimpinannya. Komitmen itu dia tegaskan dalam pidato pelantikan, Minggu (20/10/2024).
Bahkan, sebelum pelantikan, Prabowo sudah menyatakan komitmen untuk mencapai kedaulatan energi. Menurutnya, itu dapat diraih melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia berlimpah.
Sumber daya alam yang dapat diolah menjadi sejumlah energi alternatif, seperti kelapa sawit yang menjadi solar dan tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, jagung, dan lain-lain menjadi bensin. Selain itu, Indonesia juga juga punya energi panas bumi, batu bara, energi tenaga air, angin, dan matahari.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai cita-cita sang Kepala Negara anyar itu akan menghadapi beragam tantangan, terutama soal teknologi.
"Masalahnya, Indonesia tidak memiliki teknologi untuk mengolah sumber daya energi tersebut menjadi EBT," kata Fahmy dalam keterangannya, Senin (21/10/2024).
Fahmy mencontohkan, pengembangan biodiesel tersendat lantaran Eni, perusahaan energi asal Italia, batal bekerja sama dengan Pertamina. Kerja sama yang dimaksud adalah pengembangan green refinery atau kilang yang mampu mengolah minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar minyak jenis gasoline atau green fuel di Kilang Dumai dan Plaju.
Baca Juga
Selain itu, Fahmy juga menyoroti program EBT berbasis sawit juga berpotensi bertabrakan dengan program pangan untuk menghasilkan minyak goreng.
Demikian juga dengan program gasifikasi yang mengolah batu bara menjadi gas. Mahmy mengatakan, upaya itu juga mengalami kegagalan setelah Air Product, partner usaha dari Amerika Serikat (AS) hengkang dari Indonesia.
"Alasannya, gasifikasi dinilai tidak mencapai keekonomian lantaran harga pasar batu bara berfluktuasi," imbuh Fahmy.
Dia berpendapat untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dalam mencapai swasembada energi, ada dua upaya yang harus dilakukan pemerintah.
Pertama, menarik investor asing pemilik teknologi untuk bekerja sama dengan perusahaan energi dan BUMN dalam negeri. Kedua, mengembangkan riset (R&D) di dalam negeri dengan menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan universitas-universitas Indonesia untuk menghasilkan teknologi yang dibutuhkan.
Fahmy mengingatkan bahwa upaya di atas membutuhkan komitmen jangka panjang karena R&D perlu waktu yang lama dan biaya yang besar. Selain itu, komitmen Prabowo untuk mencapai swasembada energi harus ditindak-lanjuti oleh menteri-menteri terkait Kabinet Merah Putih secara konsisten dan berkelanjutan.
"Tanpa upaya serius dan terus menerus, komitmen Prabowo yang disampaikan pada pidato perdana sebagai presiden untuk mencapai swasembada energi tak lebih hanya omon-omon saja," tutup Fahmy.